Pagi
ini terlihat tidak ramah. Dingin, gelap, dan agaknya matahari pun engan untuk menapakan
wujudnya, sangat tidak ramah. Mungkin langit sedang marah. Sesaat kemudian
langit dengan jahatnya menurunkan hujan yang sangat deras bagai air yang di tumpahkan.
Mungkin bagi sebagian orang hujan adalah berkah tapi pada saat ini hujan
menjadi bencana untuk anak-anak kecil ini.
Walaupun hujan sangat deras tapi semangat bocah-bocah kecil itu tidak
pernah luntur, dengan nekatnya mereka tetap berlari menerobos derasnya hujan sampai tertatih-tatih demi mengejar
waktu. Tak perduli dinginya air hujan pagi ini, tak perduli tubuh kecilnya itu
mengigil. Mereka terus berlari berkejar-kejaran dengan waktu.
Mungkin kalau aku di posisinya aku akan
memilih untuk duduk manis di rumah menikmati teh hangat. Persetanlah dengan apa
yang orang-orang sebut “sekolah” terlalu
banyak peraturan disana, terlalu banyak larangan, terlalu banyak drama. Tapi mereka terus berlari,
mengejar apa yang dituju, mencari apa yang mereka sebut “ilmu”.
Ilmu?
Terkadang aku berfikir apakah indonesia kenal dengan definisi “ilmu” ? Mungkin.
Tapi definisi ilmu versi Indonesia. Ilmu yang diketahui indonesia adalah nilai
tinggi, peringkat pertama, sekolah
ternama tanpa mereka perduli lewat proses mana “ilmu” itu di dapat. Apakah mencontek? menyogok? Hahaha itu
sebabnya murid sekarang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang
mereka sebut ilmu.
Tapi lihatlah anak-anak itu. Semangat dari
tubuh kecilnya. Seorang anak dari desa terbelakang. Desa yang jarang di injak
pejabat-pejabat tinggi. Semangatnya belajarnya
tidak luntur oleh hujan deras atau terik matahari. Walaupun bersekolah ditempat yang hanya
berdinding bambu dan beratap jerami tidak pernah aku lihat kemalasan dari
wajah-wajah lugu mereka. Dengan lantai
tanah yang kalau musim hujan becek dan ketika tiba kemarau berdebu mereka tidak
pernah mengeluh. Tidak pernah sedikit pun terfikir di
benaknya tentang konspirasi yang terjadi
di dalam dunia pendidikan, yang mereka tau bagaimana bisa sampai disekolah tanpa telat dan mendapatkan
pelajaran.
Terkadang aku
mendengar nada-nada perusak mental yang menanyai mereka “kenapa sih mau
bersekolah ditempat yang lebih mirip dengan kandang ayam itu?” dan aku selalu
mengingatkan kepada mereka. “ kalian semua, ingat sekolah itu hanya bangunan.
Kuncinya itu ada disini (hati) dan disini (otak). Ilmu itu tidak mengenal kata
dimana tapi bagaimana. Untuk menjadi sukses bukan dimana kalian mendapatkan
ilmu tapi bagaimana cara kalian mendapatkanya.”
Sejauh
10 km mereka
lalui setiap harinya, menuruni gunung, melewati hutan sepertinya rutinitas yang
sangat biasa. Jalan terjal dan curam dengan diameter hanya 1 meter yang diapit
oleh 2 jurang sepertinya sudah menjadi sahabatnya. Sering terbesit pertanyaan
mengelitik dalam benak ku. “Apa
cita-cita kalian?”
dan inilah jawaban yang aku dapat dari murid ku “Aku tidak punya cita-cita bu guru.” Jujur saja
ketika dia mengatakan hal ini air mata ku jatuh. Sekejam apa negri ini hingga
anak sekecil ini takut untuk bermimpi?
Tuhan, aku bisa lihat semangatnya, tapi tidak impianya. Mau jadi apa Ya Tuhan jika untuk bermimpi saja mereka takut. Apakah sesulit ini untuk
mendapatkan ilmu di negri yang “katanya” tanah surga? Hey petinggi-petinggi
negri
lihatlah! Apakah sesulit ini untuk mendapatkan sebuah pendidikan di negara
kita! Hey orang-orang yang katanya
pengayom bangsa buka mata kalian. Lihatlah anak-anak timur
ini! Anak-anak
yang selalu kalian anak tirikan.
Aku selalu berpikir
buat apa 69 tahun kita merdeka, dan setiap tahun kita selalu mengibarkan
bendera tapi masih banyak rakyat yang menderita. Negri kita ini seperti
Palestina hanya dalam kondisi yang berbeda. Jika memang kita merdeka kenapa
pendidikan dan kesehatan masih sulit seperti di jalur Gaza?
Ada
jerit kemarahan setelah kata-kata polos itu terlontar dari bibir bocah itu. Ingin rasanya berteriak, memaki
semua yang ikut berkonspirasi di sini. Tapi aku bisa apa? Aku hanya seorang
guru honorer yang di tugaskan di sini yang gajinya pun belum tentu 1 bulan
turun, bisa apa aku?
Dalam dialog dengan diriku sendiri akhirnya
aku sadar aku bisa, aku bisa merubah pemikiran mereka. Memotivasi mereka untuk berani bermimpi, karena mimpi
adalah kunci untuk memotivasi diri mereka supaya menjadi yang lebih baik.
Akhirnya aku mengikuti anak-anak itu ke desa
mereka yang terletak di kaki gunung. Setelah sampai aku pun berdialong dengan
masyarakat disana. Hampir semua masyarakat disana masih mengunakan tungku untuk
memasak. Bukanya tidak kebagian subsidi LPG dan kompor gas tapi mereka tidak
bisa memakainya dengan baik dikarenakan sulitnya untuk membeli gas itu, mereka
harus kekota yang jaraknya sekitar 20 km dari desa mereka untuk mendapatkan gas
dan itulah sebabnya mereka engan mengunakan kembali bantuan dari pemerintah
itu, dan aku melihat banyaknya ternak disana, akhirnya aku pun mendapatkan ide.
Pada bulan Juli nanti ada ajang lomba karya
ilmiah antar kabupaten dan aku pun berniat untuk mendaftakan anak-anak muridku
untuk ikut lomba tersebut, dan tawaranku mendapat sambutan yang sangat baik.
Mereka sangat bersemangat untuk mengikuti lomba itu. Kita akan membuat bio gas
berkaitan dengan banyaknya ternak di desa mereka dan aku melihat banyak limbah
dari ternak yang tidak digunakan dan dengan sedikit ilmuku aku berencana
mengubah apa yang mereka pikir tidak berguna menjadi sesuatu yang sangat
menguntungkan.
1 bulan sudah kita lewati dengan berbagai
macam percobaan dan penelitian akhirnya apa yang kita usahakan berhasil, dan
kami pun berbondong-bondong pergi ke kota untuk mempresentasikan hasil karya
kami dan Alhamdulillah nya kami juara. Rasa suka cita itu tak dapat aku bendung
lagi rasanya jantungku ingin melompat dari tempatnya. Melihat perjuangan kita
yang tidak instan yang berkali-kali
mengalami kegagalan dan akhirnya kita menang. Kita bisa menunjukan kepada
mereka bahwa kita bisa. Kita yang selama ini tersisihkan tak kalah berprestasi
dengan mereka yang dikota.
Dan hasil percobaan kami pun kini bisa
diaplikasikan oleh masyarakat desa dan kamu, murid kecilku akhirnya cita-citamu
ingin mengubah desamu sedikit demi sedikit mulai terwujud. Ini bukan apa-apa
masih banyak perubahan-perubahan yang bisa kalian ciptakan dari tangan-tangan
kecil kalian. Karena kalian adalah penerus bangsa. Jangan pernah takut bermimpi
karena keberhasilan berasal dari sana dan jangan lupa untuk terus berdoa dan
berusaha dengan giat, karena mimpi tanpa usaha dan doa hanya akan menjadi mimpi.
****