Minggu, 31 Juli 2016

Selamat Tidur

Hey, kau tau jam berapa sekarang. Sekarang jam 01:19 dan aku ingat kau. Pembuat senyum.

Saat aku mengenelamu, aku pikir Dia mau pamer tentang ciptaanNya. Karena kau sangan mempesona.

Aku tidak bilang kau tampan. Hihihi memang tidak. Tapi kau menawan dan itu kelasnya lebih tinggi dari sekedar tampan.

Aku mulai mencintaimu dari sore itu. Dan entah kenapa aku jadi selalu rindu jika mengingat itu.

Kau itu orang yang kalau dekat bikin nyaman dan kalau jauh tetap menjamin rasa asaman.

Aku tak perlu takut atau merengek seperti gadis lain kepada pacarnya. Itu sangat tidak perlu ku lakukan.

Kau tau kenapa? Karena yang aku cintai itu kau! Iya, orang yang sebelum aku sempat takut sudah lebih dulu menjagaku.

Orang yang bukan cuma bilang mencintaiku, tapi langsung menunjukannya. Aku rasa aku tidak perlu ketakutan kau akan pergi. Karena aku yakin kau tidak pernah meninggalkanku.

Ini bukan semata-mata aku tulis karena aku mencintai mu.

Malam ini aku ingat kata-katamu lagi

"Nanti kalau kamu mau tidur, percayalah aku sedang mengucapkan selamat tidur dari jauh. Kamu gak akan denger."

Dan sekarang aku mau bilang.

"Selamat tidur juga, aku sayang kamu."

01:34

-Hana Larasati

Ins : Dilan 1990

Pembuat Senyum

Kau tau, malam ini aku sedang tersenyum menatap langit-langit kamar. Untuk pertama kalinnya tulisanku bukan tentang penghiatan, rasa sakit, dan kekecewaan yang aku lampiaskan.

Kau tau alasannya bukan. Aku tidak pandai berbagi. Walaupun hanya sebuah keresahan. Aku belajar darimu. Aku tidak bisa memaksakan orang lain untuk mengerti aku. Karena kau bilang itu mustahil. Hanya aku yang bisa mengerti diriku sendiri.

Ampunnn. Kenapa aku jadi bercerita tentang aku. Malam ini kan sudah aku niatkan untuk menulis tentang mu. Tentang segala pandanganku tentangmu.

Pagi itu, di tengah jalan yang masih berkabut kau menghampiriku dengan sepeda motormu. Itu pertama kalinnya aku bertemu denganmu dan kau tidak bertanya namaku melainkan kau bertanya apakah aku ingin kau ramal.

Dalam pikiranku, orang gila macam apa kau yang berani-beranya membuat lelucon tidak lucu sepagi ini. Tapi manusia tidak pernah tau jalan takdirnya. Yap, akhirnya hatiku malah jatuh padamu. Anak tongkrongan yang sebelumnnya pernah aku cela sikapnnya.

Kau ingat waktu kau menghampiri temanku di kantin siang itu dan berbisik padanya bahwa kau mencintaiku, tapi kau malu untuk bilang kepadaku jadi kau bilang kepadannya yang jaraknya hanya 1 meter dariku. Tak usah kalian tanya. Aku dengar dan mukaku bersemu merah jambu.

Kau itu orang yang selalu aku ingat saat aku takut. Dari kata-katamu waktu itu "Jangan bilang kalau ada yang membuatmu sedih. Karena nanti besok orang itu akan hilang." Setiap aku ingat kata-kata itu aku merasa lebih berani karena aku punya kau.

Atau ingatkah waktu aku sakit dan tiba-tiba kau menelpon, aku pikir kau akan datang karena banyak orang yang datang menjengukku tapi yang kau lakukan adalah mengirim tukang pijet langanan ibumu ke rumahku.

Kita tertawa hari itu. Kau itu lucu dan romantisnya sederhana tapi cukup untuk membuat bahagia.

Ingatkah saat kau mengirim kado TTS ke rumahku? Kau bilang itu hadia ulang tahunku. Sengaja sudah kau isi karena kau tak ingin membuatku pusing.

Anak tongkrongan yang dulu aku cela sikapnya. Perokok, narkoba, minum-minuman keras, kriminal semua tersusun rapi dalam sudut mataku sebelum aku mengenalmu.

Kau berbeda, tampangmu memang jauh dari tampang anak baik-baik tapi tampang kan tidak mempengaruhi sikap seseorang. Kau bukan peminum, pemakai, pelaku kriminal dan sebagai hal yang aku tau.

Aku tidak akan pernah bisa lupa saat aku bertengkar dengan seseorang dan tiba-tiba dia menampar mukaku. Kau berkelahi dengannya. Hingga... aku malas menceritakannya. Kau pun di panggil ke ruang guru. Kau berteriak dengan lantang
"Kepala sekolah saja jika menamparnya, akan aku bakar sekolahan. Apa lagi dia." Sambil menunjuknya.

Aku menceritan sosok seseorang yang aku cintai tanpa kenapa. Aku suka keseserhanaannya. Yang kebaikannya itu tak pernah terdengar ditelinga tapi bisa di rasakan dari perilakunya dan keburukannya hanya sebatas omongan orang saja.

Ini bukan karena aku suka dia. Bukan, aku berusaha seobjektif mungkin menulis ini. Walaupun aku tau kalian tidak akan setuju dengan pendapatku.

Aku hanyang ingin bilang. Malam ini, jam 20:10 aku sudah mencintaimu. Terlepas dari apa yang orang katakan tentangmu. Aku perempuan penyuka fakta buka perempuan penyuka katanya.

Terima kasih sudah membuatku bahagia.

-Hana Larasati

Ins : Dilan 1990

Jumat, 22 Juli 2016

Mungkin

Mengais rindu di tengah jalan yang berdebu. Getar hati yang tak berpenghuni berbunyi nyaring memekakan nurani.

Aku masih menyimpanmu di sudut. Belum berani menarikmu jauh ke dalam. Bukan tak cinta, hanya kau masih butuh pengawasan.

Detik detik menit yang berbisik menyemangati untuk menempatkanmu di tempat yang lebih layak dalam sisi hati.

Aku tau kau orang yang layak. Tapi pengalaman di masa lalu membuatku belajar agar tidak terburu-buru.

"Na, ngelamun aja." Katanya sambil menjepret jidatku dengan karet.

"Duhh.. sakit ncuk. Ini sih jatohnya penyiksaan dalam pertemanan." Kataku sambil mengelus jidatku.

"Teman?" Katanya pelan. "hhh... golden retriver!"

"Apa?" Ujarku yang pura-pura tidak mendengar.

"Enggak. Gapapa."

Dia membenarkan duduknya. Matanya sekarang tertuju pada laptop.

"Ngapain ncuk?" Kataku ingin tau sambil melirik laptopnya.

"Kepooo." Katanya menyebalkan.

"Kita gak ada tugas kan?"

"Enggak."

"Terus ngapain?"

"Ngapain kek udah gede ini. " katanya semakin menyebalkan. 

"Siip ketemu!! Yuk berangkat." Katanya sambil menutup laptop dan memasukannya ke dalam tasnya.

"Eh apa-apaan ini? Berangkat kemana?" Kataku bingung.

"Bogor." Katanya singkat yang sekarang sudah bangkit dari tempat duduknya.

"Ncuk, gak usah halu deh. Kita ada jam kuliah. Nyokap nyekolahin gua mahal-mahal bukan buat bolos."

"Siapa yang bolos sih Noy. Dosennya enggak masuk. Tadi whatsapp gua. Gua kan ketua kelasnya." Jawabnya santai.

"Udah buruan. Keburu siang. Anak ibu gak boleh pulang setelah magribkan." Lanjutnya.

"Ncuk, tapi gak kebogor juga."

"Bawel nih. Ayok." Katanya sambil membawa dompetku dan memasukannya ke dalam tas nya. Akhirnya dengan penuh keterpaksaan mau tidak mau membuatku mengikutinya.

"Ngikut juga kan akhirnya." Katanya setelah kita sampai di parkiran.

"Ya terpaksa. Kan dompet gua lu jambret."

"Yaudah naik."

"Ogah ah."

"Ya terserah. Mau pulang jalan kaki emang?"

"Ncuk ih!!! Gua sianida lu!" Kataku yang sedikit merajuk menurutinya.

Kita pun berjalan ke arah kota hujan. Deru motor besarnya di tengah matahari pagi membuat perjalan sedikit tidak membosankan.

"Noy, tau gak kenapa Bogor di sebut kota hujan?" Tanyanya tiba-tiba ketika kita sedang berhenti di lampu merah yasmin.

"Enggak."

"Karena awan di Bogor lebih banyak di banding tempat lain."

"Bukalah, sotoy. Ngasal." Kataku sambil tergelak di atas motornya.

Kita terus melaju hingga tiba di depan Botani. Dia pun menghentikan motornya dan berkata padaku.

"Kita mau kemana nih?"

"Emm...."

"Leuwi hejo aja ya." Potongnya sebelum aku sempat menjawab.

"Lu ngasih pilihan. Tapi lu sendiri yang milih begimana sih Ncuk." Kataku kesal

"Ya habis lu sok-sokan mikir."

"Kemana aja asal jangan tempat yang berair. Gua gak bisa renang." Kataku

Dia pun tergelak "Haha. Yaudah jadi mau kemana?"

"Kebun raya aja. Gua suka." Kataku singkat

Dia pun memutar motornya ke arah kebun raya Bogor yang letaknya di depan botani.

Tempat ini masih sama. Indah dan sejuk. Ini adalah destinasi favorit ku setelah prambanan.

"Cinta itu kaya kebun raya Bogor ya Noy." Katanya setelah kita berjalan-jalan mamasuki gerbang kebun raya.

"Iya iya. Kali ini apa lagi, Ncuk,  filosofi lu?" Kataku dengan ekspresi menyebalkan.

"Cinta itu kaya kebun raya Bogor. Adem, sejuk, dan luas."

"Elahhhh." Kataku semakin bosan. Aku pun duduk di bangku kebun raya bogor di area pohon-pohon tinggi.

"Noy..."

"Ape?"

"Lu gak suka ya jalan sama gua?"

"Suka."

"Terus kenapa muka lu gitu?"

"Pegel ncuk. Kebun raya gak nyediain eskalator." Kataku sambil mengelus-elus kaki.

"Ah lu gitu aja pegel. Katanya mau naik gunung." Ujarnya sambil menabok lenganku.

"Auuu... Ncuk sakit ih."

"Sorry sorry gak maksud sekenceng itu." Katanya hampir mengelus lenganku yang buru-buru aku tepis.

"Au ah." Kataku.

"Dih baper."

"Bodo."

"Ih kenapa sih baper?"

"Gak tau. Tanya aja tuh sama abang-abang ketoprak." Kataku menunjuk abang-abang random di dalam krbun raya.

"Kaga ada tukang ketoprak Noy. Macem-macem aja dah lu."

"Bodo."

"IH LO MAH BAPERNYA BENERAN." Katanya

"Berisik ah."

Aku pun mengobrak-abrik isi tas untuk mencari earphone yang tidak pernah absen jadi penghuninya.

"Na.." panggil Fahri ketika aku mulai memasang earphone.

"Nirina." Katanya sambil menarik earphone sebelah kiri hingga terlepas.

Tak ada jawaban. Dia menghela. Aku melirik ke arahnya dengan sinis. Lalu kembali memasang earphone dan berpaling dari Fahri. Lalu menaikan masker hingga menutupi hidung.

"Little do you know, how I'm breaking while you fall a sleep..."

Hell. Fahri, baru aja nyanyi dan aku bisa mendengar suaranya dari balik suara Jessie J di earphone ku.

"Little do you know....." Fahri mulai berhenti.

"Na ayolah, kita kan biasa nyanyi bareng lu jadi Sierra gue jadi Alex."

Aku pun melepas earphone, menoleh padanya. "Ya."

"Ya?" Fahri mengrenyit "Jawaban macam apa itu?"

"Badmood banget sih. Gua kacangin salah gua jawab salah."

"Serba salah."

"Iya. Jadi kaya Raisa."

"Dih amit gua mah." Kata Fahri geli.

"Fahri, lu mau gua tabok lagi?"

Fahri tergelak keras sekali. Tawanya seperti menggema di area kebun raya. " Enggak Na, Raisa itu cantik. Kalo manis, lu menang telak."

-Hana Larasati

Mungkin

Mengais rindu di tengah jalan yang berdebu. Getar hati yang tak berpenghuni berbunyi nyaring memekakan nurani.

Aku masih menyimpanmu di sudut. Belum berani menarikmu jauh ke dalam. Bukan tak cinta, hanya kau masih butuh pengawasan.

Detik detik menit yang berbisik menyemangati untuk menempatkanmu di tempat yang lebih layak dalam sisi hati.

Aku tau kau orang yang layak. Tapi pengalaman di masa lalu membuatku belajar agar tidak terburu-buru.

"Na, ngelamun aja." Katanya sambil menjepret jidatku dengan karet.

"Duhh.. sakit ncuk. Ini sih jatohnya penyiksaan dalam pertemanan." Kataku sambil mengelus jidatku.

"Teman?" Katanya pelan. "hhh... golden retriver!"

"Apa?" Ujarku yang pura-pura tidak mendengar.

"Enggak. Gapapa."

Dia membenarkan duduknya. Matanya sekarang tertuju pada laptop.

"Ngapain ncuk?" Kataku ingin tau sambil melirik laptopnya.

"Kepooo." Katanya menyebalkan.

"Kita gak ada tugas kan?"

"Enggak."

"Terus ngapain?"

"Ngapain kek udah gede ini. " katanya semakin menyebalkan. 

"Siip ketemu!! Yuk berangkat." Katanya sambil menutup laptop dan memasukannya ke dalam tasnya.

"Eh apa-apaan ini? Berangkat kemana?" Kataku bingung.

"Bogor." Katanya singkat yang sekarang sudah bangkit dari tempat duduknya.

"Ncuk, gak usah halu deh. Kita ada jam kuliah. Nyokap nyekolahin gua mahal-mahal bukan buat bolos."

"Siapa yang bolos sih Noy. Dosennya enggak masuk. Tadi whatsapp gua. Gua kan ketua kelasnya." Jawabnya santai.

"Udah buruan. Keburu siang. Anak ibu gak boleh pulang setelah magribkan." Lanjutnya.

"Ncuk, tapi gak kebogor juga."

"Bawel nih. Ayok." Katanya sambil membawa dompetku dan memasukannya ke dalam tas nya. Akhirnya dengan penuh keterpaksaan mau tidak mau membuatku mengikutinya.

"Ngikut juga kan akhirnya." Katanya setelah kita sampai di parkiran.

"Ya terpaksa. Kan dompet gua lu jambret."

"Yaudah naik."

"Ogah ah."

"Ya terserah. Mau pulang jalan kaki emang?"

"Ncuk ih!!! Gua sianida lu!" Kataku yang sedikit merajuk menurutinya.

Kita pun berjalan ke arah kota hujan. Deru motor besarnya di tengah matahari pagi membuat perjalan sedikit tidak membosankan.

"Noy, tau gak kenapa Bogor di sebut kota hujan?" Tanyanya tiba-tiba ketika kita sedang berhenti di lampu merah yasmin.

"Enggak."

"Karena awan di Bogor lebih banyak di banding tempat lain."

"Bukalah, sotoy. Ngasal." Kataku sambil tergelak di atas motornya.

Kita terus melaju hingga tiba di depan Botani. Dia pun menghentikan motornya dan berkata padaku.

"Kita mau kemana nih?"

"Emm...."

"Leuwi hejo aja ya." Potongnya sebelum aku sempat menjawab.

"Lu ngasih pilihan. Tapi lu sendiri yang milih begimana sih Ncuk." Kataku kesal

"Ya habis lu sok-sokan mikir."

"Kemana aja asal jangan tempat yang berair. Gua gak bisa renang." Kataku

Dia pun tergelak "Haha. Yaudah jadi mau kemana?"

"Kebun raya aja. Gua suka." Kataku singkat

Dia pun memutar motornya ke arah kebun raya Bogor yang letaknya di depan botani.

Tempat ini masih sama. Indah dan sejuk. Ini adalah destinasi favorit ku setelah prambanan.

"Cinta itu kaya kebun raya Bogor ya Noy." Katanya setelah kita berjalan-jalan mamasuki gerbang kebun raya.

"Iya iya. Kali ini apa lagi, Ncuk,  filosofi lu?" Kataku dengan ekspresi menyebalkan.

"Cinta itu kaya kebun raya Bogor. Adem, sejuk, dan luas."

"Elahhhh." Kataku semakin bosan. Aku pun duduk di bangku kebun raya bogor di area pohon-pohon tinggi.

"Noy..."

"Ape?"

"Lu gak suka ya jalan sama gua?"

"Suka."

"Terus kenapa muka lu gitu?"

"Pegel ncuk. Kebun raya gak nyediain eskalator." Kataku sambil mengelus-elus kaki.

"Ah lu gitu aja pegel. Katanya mau naik gunung." Ujarnya sambil menabok lenganku.

"Auuu... Ncuk sakit ih."

"Sorry sorry gak maksud sekenceng itu." Katanya hampir mengelus lenganku yang buru-buru aku tepis.

"Au ah." Kataku.

"Dih baper."

"Bodo."

"Ih kenapa sih baper?"

"Gak tau. Tanya aja tuh sama abang-abang ketoprak." Kataku menunjuk abang-abang random di dalam krbun raya.

"Kaga ada tukang ketoprak Noy. Macem-macem aja dah lu."

"Bodo."

"IH LO MAH BAPERNYA BENERAN." Katanya

"Berisik ah."

Aku pun mengobrak-abrik isi tas untuk mencari earphone yang tidak pernah absen jadi penghuninya.

"Na.." panggil Fahri ketika aku mulai memasang earphone.

"Nirina." Katanya sambil menarik earphone sebelah kiri hingga terlepas.

Tak ada jawaban. Dia menghela. Aku melirik ke arahnya dengan sinis. Lalu kembali memasang earphone dan berpaling dari Fahri. Lalu menaikan masker hingga menutupi hidung.

"Little do you know, how I'm breaking while you fall a sleep..."

Hell. Fahri, baru aja nyanyi dan aku bisa mendengar suaranya dari balik suara Jessie J di earphone ku.

"Little do you know....." Fahri mulai berhenti.

"Na ayolah, kita kan biasa nyanyi bareng lu jadi Sierra gue jadi Alex."

Aku pun melepas earphone, menoleh padanya. "Ya."

"Ya?" Fahri mengrenyit "Jawaban macam apa itu?"

"Badmood banget sih. Gua kacangin salah gua jawab salah."

"Serba salah."

"Iya. Jadi kaya Raisa."

"Dih amit gua mah." Kata Fahri geli.

"Fahri, lu mau gua tabok lagi?"

Fahri tergelak keras sekali. Tawanya seperti menggema di area kebun raya. " Enggak Na, Raisa itu cantik. Kalo manis, lu menang telak."

-Hana Larasati

Mungkin

Mengais rindu di tengah jalan yang berdebu. Getar hati yang tak berpenghuni berbunyi nyaring memekakan nurani.

Aku masih menyimpanmu di sudut. Belum berani menarikmu jauh ke dalam. Bukan tak cinta, hanya kau masih butuh pengawasan.

Detik detik menit yang berbisik menyemangati untuk menempatkanmu di tempat yang lebih layak dalam sisi hati.

Aku tau kau orang yang layak. Tapi pengalaman di masa lalu membuatku belajar agar tidak terburu-buru.

"Na, ngelamun aja." Katanya sambil menjepret jidatku dengan karet.

"Duhh.. sakit ncuk. Ini sih jatohnya penyiksaan dalam pertemanan." Kataku sambil mengelus jidatku.

"Teman?" Katanya pelan. "hhh... golden retriver!"

"Apa?" Ujarku yang pura-pura tidak mendengar.

"Enggak. Gapapa."

Dia membenarkan duduknya. Matanya sekarang tertuju pada laptop.

"Ngapain ncuk?" Kataku ingin tau sambil melirik laptopnya.

"Kepooo." Katanya menyebalkan.

"Kita gak ada tugas kan?"

"Enggak."

"Terus ngapain?"

"Ngapain kek udah gede ini. " katanya semakin menyebalkan. 

"Siip ketemu!! Yuk berangkat." Katanya sambil menutup laptop dan memasukannya ke dalam tasnya.

"Eh apa-apaan ini? Berangkat kemana?" Kataku bingung.

"Bogor." Katanya singkat yang sekarang sudah bangkit dari tempat duduknya.

"Ncuk, gak usah halu deh. Kita ada jam kuliah. Nyokap nyekolahin gua mahal-mahal bukan buat bolos."

"Siapa yang bolos sih Noy. Dosennya enggak masuk. Tadi whatsapp gua. Gua kan ketua kelasnya." Jawabnya santai.

"Udah buruan. Keburu siang. Anak ibu gak boleh pulang setelah magribkan." Lanjutnya.

"Ncuk, tapi gak kebogor juga."

"Bawel nih. Ayok." Katanya sambil membawa dompetku dan memasukannya ke dalam tas nya. Akhirnya dengan penuh keterpaksaan mau tidak mau membuatku mengikutinya.

"Ngikut juga kan akhirnya." Katanya setelah kita sampai di parkiran.

"Ya terpaksa. Kan dompet gua lu jambret."

"Yaudah naik."

"Ogah ah."

"Ya terserah. Mau pulang jalan kaki emang?"

"Ncuk ih!!! Gua sianida lu!" Kataku yang sedikit merajuk menurutinya.

Kita pun berjalan ke arah kota hujan. Deru motor besarnya di tengah matahari pagi membuat perjalan sedikit tidak membosankan.

"Noy, tau gak kenapa Bogor di sebut kota hujan?" Tanyanya tiba-tiba ketika kita sedang berhenti di lampu merah yasmin.

"Enggak."

"Karena awan di Bogor lebih banyak di banding tempat lain."

"Bukalah, sotoy. Ngasal." Kataku sambil tergelak di atas motornya.

Kita terus melaju hingga tiba di depan Botani. Dia pun menghentikan motornya dan berkata padaku.

"Kita mau kemana nih?"

"Emm...."

"Leuwi hejo aja ya." Potongnya sebelum aku sempat menjawab.

"Lu ngasih pilihan. Tapi lu sendiri yang milih begimana sih Ncuk." Kataku kesal

"Ya habis lu sok-sokan mikir."

"Kemana aja asal jangan tempat yang berair. Gua gak bisa renang." Kataku

Dia pun tergelak "Haha. Yaudah jadi mau kemana?"

"Kebun raya aja. Gua suka." Kataku singkat

Dia pun memutar motornya ke arah kebun raya Bogor yang letaknya di depan botani.

Tempat ini masih sama. Indah dan sejuk. Ini adalah destinasi favorit ku setelah prambanan.

"Cinta itu kaya kebun raya Bogor ya Noy." Katanya setelah kita berjalan-jalan mamasuki gerbang kebun raya.

"Iya iya. Kali ini apa lagi, Ncuk,  filosofi lu?" Kataku dengan ekspresi menyebalkan.

"Cinta itu kaya kebun raya Bogor. Adem, sejuk, dan luas."

"Elahhhh." Kataku semakin bosan. Aku pun duduk di bangku kebun raya bogor di area pohon-pohon tinggi.

"Noy..."

"Ape?"

"Lu gak suka ya jalan sama gua?"

"Suka."

"Terus kenapa muka lu gitu?"

"Pegel ncuk. Kebun raya gak nyediain eskalator." Kataku sambil mengelus-elus kaki.

"Ah lu gitu aja pegel. Katanya mau naik gunung." Ujarnya sambil menabok lenganku.

"Auuu... Ncuk sakit ih."

"Sorry sorry gak maksud sekenceng itu." Katanya hampir mengelus lenganku yang buru-buru aku tepis.

"Au ah." Kataku.

"Dih baper."

"Bodo."

"Ih kenapa sih baper?"

"Gak tau. Tanya aja tuh sama abang-abang ketoprak." Kataku menunjuk abang-abang random di dalam krbun raya.

"Kaga ada tukang ketoprak Noy. Macem-macem aja dah lu."

"Bodo."

"IH LO MAH BAPERNYA BENERAN." Katanya

"Berisik ah."

Aku pun mengobrak-abrik isi tas untuk mencari earphone yang tidak pernah absen jadi penghuninya.

"Na.." panggil Fahri ketika aku mulai memasang earphone.

"Nirina." Katanya sambil menarik earphone sebelah kiri hingga terlepas.

Tak ada jawaban. Dia menghela. Aku melirik ke arahnya dengan sinis. Lalu kembali memasang earphone dan berpaling dari Fahri. Lalu menaikan masker hingga menutupi hidung.

"Little do you know, how I'm breaking while you fall a sleep..."

Hell. Fahri, baru aja nyanyi dan aku bisa mendengar suaranya dari balik suara Jessie J di earphone ku.

"Little do you know....." Fahri mulai berhenti.

"Na ayolah, kita kan biasa nyanyi bareng lu jadi Sierra gue jadi Alex."

Aku pun melepas earphone, menoleh padanya. "Ya."

"Ya?" Fahri mengrenyit "Jawaban macam apa itu?"

"Badmood banget sih. Gua kacangin salah gua jawab salah."

"Serba salah."

"Iya. Jadi kaya Raisa."

"Dih amit gua mah." Kata Fahri geli.

"Fahri, lu mau gua tabok lagi?"

Fahri tergelak keras sekali. Tawanya seperti menggema di area kebun raya. " Enggak Na, Raisa itu cantik. Kalo manis, lu menang telak."

-Hana Larasati

Selasa, 12 Juli 2016

Chat Tengah Malam

Betapa banyak pertanyaan ingin ku sampaikan

Tapi...

Aku hanya ingin ia yang menjawab

Di waktu senggang antara ashar dan senja.

Aku teramat yakin, ia akan menjawab

Namun, sang pemilik hati membisikan yang lain.

Bagaimana jika kamu Aku sandingkan dengan yang lain?

Lantas...

Siapa yang akan jawab pertanyaanku?

-Ayu Meidhita Putri

Bukan kah setiap insah di perbolehkan berharap?

Bahkan Dia pun menyuruh kita untuk selalu berharap padaNya.

Seperti yang pernah kamu sampaikan. Doa itu menganulir takdir.

Tidak ada salahnya diam-diam berdoa. Masalah nanti di bersamakan dengan siapa. Itu terserah padaNya.

Karena Dia yang Maha tau segala yang baik untuk hambaNya.

-Hana Larasati

Masalah nanti di bersamakan dengan siapa memang terserah padaNya.

Jika yang membersamai bukan yang disebut dalam doa, apa yang harus dirasakan?

Kiranya memang wajib aku menyimpan rasanya.

Karena aku sudah terlalu sayang dari sekarang

Bahkan walau belum tau siapa dia

Hingga tak ingin aku menyakitinya, dengan memendam rasa kepada lelaki siapa siapa

-Ayu Meidhita Putri

Memang benar kata orang ketika jatuh cinta. Kita hanya punya dua pilihan. Memilih ciptaanNya atau Penciptanya.

Semoga kelak kau di bersamakan dengan orang yang baik dunia akhiratnya.

Aamiin.

-Hana Larasati

Ah..
Mungkin aku yang terkadang naif.

Terlalu berpikir panjang tak berujung

Terlalu memikirkan akibat walau belum terjadi

Sekiranya....
Perkataanmu dapat ku terima

Terima kasih telah mengingatkan untuk selalu berharap padaNya

Mari ku tutup dengan satu tanda kasih sayang.

Terima kasih 😘

-Ayu Meidhita Putri

No. no. I think you are is a amazing women. I know this is difficult and you can do it. 😄

Perempuan Kesayanganku

Teman yang menjadi musuh dan musuh yang menjadi teman. Ini tentang dua perempuan yang di pertemukan di jalan peperangan. Mereka buerdua bertarung tapi entah apa yang di petarungkan.

Saat bulan mulai terbelah keduanya beradu pendapat. Memperebutkan hal yang mereka sendiri tidak tau apa itu. Di satu sisi perempuan yang satu mempertahankan apa yang menurutnya dia miliki. Di sisi yang lain perempuan yang satunya mencoba mengobati luka hatinya dengan caranya.

Tapi sepertinya cara yang di pakai perempuan yang satunya tanpa sadar menyakiti hati perempuan itu. Entah dia harus bagaimana menjelaskan semuanya. Seakan sekarang jalan untuk mempersatukan mereka kembali, kembali tertutup.

Benci? Tentu tidak. Hanya tidak habis pikir. dan banyak sekali pertanyaan "Kenapa?" dalam pikiran. Semoga dan semoga apa yang sempat kita semogakan dulu. Apa yang pernah kau ketik dalam ponselmu dan kau kirim itu akan menjadi kenyataan. "Kita akan lebih baik di kedepannya."

Mungkin sekarang kamu sudah jarang menjamah tulisanku. Entah kapan jika kamu baca semoga kamu bisa mengerti. Aku mungkin bukan orang baik, tapi aku berusaha untuk menjadi baik. Kita pasti bisa berteman baik. Entah bagaimana masa lalu kita. Masa depan pasti lebih baik.

Semoga kita bisa jadi teman baik lagi. Perempuan kesayanganku.

Senin, 04 Juli 2016

Kata Orang Singapore tentang Indonesia

Suatu pagi di Bandar Lampung, kami menjemput seseorang di bandara. Orang itu sudah tua, kisaran 60 tahun. Sebut saja si bapak.

Si bapak adalah pengusaha asal singapura, dengan logat bicara gaya melayu, english, (atau singlish) beliau menceritakan pengalaman2 hidupnya kepada kami yang masih muda. Mulai dari pengalaman bisnis, spiritual, keluarga, bahkan percintaan hehehe..

"Your country is so rich!"

Ah biasa banget kan denger kata2 begitu. Tapi tunggu dulu..

"Indonesia doesn't need the world, but the world needs Indonesia"

"Everything can be found here in Indonesia, u don't need the world"

"Mudah saja, Indonesia paru2 dunia. Tebang saja hutan di Kalimantan, dunia pasti kiamat. Dunia yang butuh Indonesia !"

"Singapore is nothing, we cant be rich without Indonesia . 500.000 orang Indonesia berlibur ke Singapura setiap bulan. Bisa terbayang uang yang masuk ke kami, apartemen2 dan condo terbaru kami yang membeli pun orang2 indonesia, ga peduli harga yang selangit, laku keras. Lihatlah rumah sakit kami, orang Indonesia semua yang berobat."

"Kalian tahu bagaimana kalapnya pemerintah kami ketika asap hutan Indonesia masuk? Ya, benar2 panik. sangat terasa, we are nothing."

"Kalian ga tau kan klo Agustus kemarin dunia krisis beras. Termasuk di Singapura dan Malaysia, kalian di Indonesia dengan mudah dapat beras"

"Lihatlah negara kalian, air bersih dimana2.. lihatlah negara kami, air bersih pun kami beli dari malaysia. Saya pernah ke Kalimantan, bahkan pasir pun mengandung permata. Terlihat glitter kalo ada matahari bersinar. Petani disana menjual Rp3000/kg ke sebuah pabrik China. Dan si pabrik menjualnya kembali seharga Rp 30.000/kg. Saya melihatnya sendiri"

"Kalian sadar tidak klo negara2 lain selalu takut meng-embargo Indonesia?! Ya, karena negara kalian memiliki segalanya. Mereka takut kalau kalian menjadi mandiri, makanya tidak di embargo. Harusnya KALIANLAH YANG MENG-EMBARGO DIRI KALIAN SENDIRI. Belilah dari petani2 kita sendiri, belilah tekstil garmen dari pabrik2 sendiri. Tak perlu kalian impor klo bisa produksi sendiri."

"Jika kalian bisa mandiri, bisa MENG-EMBARGO DIRI SENDIRI, Indonesia will rules the world.."

Sumber : Line