Senin, 29 Februari 2016

Menulis, Cinta, dan Dakwah.

Ini adalah benar-benar curahan hati saya. Saya menulis bukan hanya hobi semata. Saya menulis untuk menuangkan segala keresahan saya yang kadang saya malas untuk berbicara. Karena yang saya ajak bicara pun belum tentu paham apa maksud saya.

Menulis menjadi hal yang sekarang sulit untuk di pisahkan dalam kehidupan saya. Segala emosi bisa saya tumpahkan dalam kata. Tidak hanya itu. Menulis juga menjadi lahan dakwah buat saya.

Saya sadar, saya jauh dari kata benar. Apa yang saya tulis pun belum bisa saya realisasikan pada kehidupan saya. Tapi saya ingat kalimat indah yang selalu mengalun-alun di otak saya. "Jangan pernah berhenti menulis tentang indahnya islam, karena kita tidak pernah tau kapan hati seseorang akan terketuk. Sampaikanlah walau satu ayat. Semoga bisa menjadi tabungan di surga."

Di tegah gencarnya kelompok ISIS yang terus mengerus islam hinga munculah wabah islam phobia. Kita sebagai umatnya wajib saling tolong menolong dalam menyiarkan islam. Memupuk kembali kepercayaan masyarakat kepada Islam. Sampaikanlah apa yang harus di sampaikan. Tunjukanlah apa yang memang harus di tunjukan.

Jika pada zaman nabi berjihad itu dengan mengangkat senjata, tapi pada zaman kami berjihat bisa dengan suara. Suara pengajak  yang lembut dan tidak memaksa. Atau bisa lewat sikap yang menampilkan bahwa kita orang yang beriman.

Memang tidak mudah mengubah pandangan orang apa lagi membuat mereka merasakan apa yang kita rasakan. Tapi kita harus ingat cinta dan dakwah adalah satu komponen yang tak terpisahkan. dua elemen ini menyatu pada muslimin.

Kita pun sadar dakwah itu penuh pengorbanan. Tapi ingat janji Allah setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Toh tanah yang kering dan tandus bisa di ubah menjadi subur jika Allah berkehendak.

Jangan pernah takut dalam menyiarkan islam. Karena di belakang kita ada Allah yang senantiasa menjaga hambaNya yang berjihad di jalanNya. Sampaikanlah walaupun hanya dengan satu ayat.

Dengan adanya cobaan semakin tebal kesabaran dan kedewasaan kita dalam menyikapi setiap masalah dan itu baik. Karena kesabaran dan kedewasaan menuntut kita tampil dengan dengan rendah hati. Agar tetap percaya diri bahwa islam adalah solusi.

-Hana Larasati


Wanita Idaman Surga

Menjadi wanita adalah takdir tapi menjadi wanita solehah adalah kebangaan. Kebanggan yang tidak hanya di nikmati oleh si pemilik gelar karena di cintai oleh Sang Maha Kuasa tapi juga untuk lingkungan sekitar. Karena wanita solehah adalah lentera bagi sekitarnya, yang dengan cahaya iman dan islam mampu menerangi dan menentramkan hati. Wanita solehah juga bisa di sebut wanita idaman surga.

Walaupun menjadi pribadi solehah adalah idaman setiap muslimah. Namun pada kenyataannya menjadi pribadi solehah bukanlah hal yang mudah untuk mengapainya, di perlukan usaha dan perjuangan sunguh-sungguh. Terlebih tantangan jahiliyah di era moderenisasi seperti saat ini yang dapat merusak fitrah seorang muslimah sejati dalam menemukan jati diri.

Apa itu wanita solehah?

Seorang sahabat pernah bertanya apa itu wanita solehah atau wanita yang baik dan Rasulullah pun menjawab.

"Sebaik-baiknya wanita ialah yang kalau kamu memandangnya bisa menyenangkanmu; kalau kamu perintah mematuhimu; dan kalau kamu pergi, ia akan menjaga hartamu dan kehormatannya."

Yaps. Wanita solehah adalah wanita yang bisa menjaga kecantikannya. Luar dan dalam. Bukankah salah satu tanda bersyukur adalah menjaga yang kita punya dengan sebaik-baiknya.

Tips menjadi wanita idaman surga.

Di era globalisasi seperti saat ini memang agak sulit untuk mempertahankan akidah dan akhlak. Apa lagi banyak nada sumbang yang bicara misalnya tentang menutup aurat "ih itu kan gak gaul." Atau "ih ketinggalan zaman deh." Kalau yang tertutup di bilang ketinggalan zaman terus yang terbuka seperti tarzan moderen gitu?

1. Lakukan semua hal karena Allah

Jika mindset kita sudah tertuju pada Allah maka tidak ada hal yang bisa menentang langkah kita. Karena yang kita tuju adalah ridho Allah. Lakukan lah apa pun karena mengharap ridhoNya karena segala sesuatu yang berujung Dia pasti baik akhirnya.

2. Ingat indahnya surga.

Ingat indahnya surga adalah obat penentram hati bagi para pejuang akhlak. Ketika semangat patah, hati bergejolak ingin menyerah. Ingat ada yang setia menanti kita di akhirat sana. Surga, merindukan setiap hamba-hambaNya yang bertakwa.

3. Sabar

Man shabara zhafira. Siapa pun yang bersabar maka dia akan beruntung. Sabar itu menahan hawa nafsu. Yang kita sangup melakukannya tapi menahannya karena takut akan Allah. Jadi ketika banyak tudingan miring maka bersabarlah karena Allah setia bersama orang-orang yang sabar.

-Hana Larasati





Jumat, 26 Februari 2016

Wanita Wajib Cerdas!

Inspirasi kali ini di ambil dari seorang guru ngaji saya yang bernama Tyas Utami. Kenapa perempuan wajib cerdas? Pertanyaan itu tentunya sering kita temukan dalam timeline di media sosial dan sebagian dari kita pasti tau jawabannya.

Ketika saya menulis cerdas pasti mindset kita langsung berpikiran "wah ip harus tinggi.", "harus punya gelar S2.", "pinter segala bahasa." Tapi itu semua belum termasuk katagori cerdas.

Pernah saya ulas di tulisan saya sebelumnnya. Beda antara cerdas dan pintar. Pintar hanya terpusat di otak saja sedangkan cerdas memaksimalkan segala hal yang ada di dalam diri kita untuk di gunaka dengan sebaik-baiknya.

Cerdas tidak hanya di lihat dari prestasi pendidikannya atau seberapa tinggi sekolahnnya. Cerdas dapat di lihat seberapa bermanfaat dia bagi lingkungannya untuk menuju ke titik yang lebih baik dengan perubahan-perubahan yang dia bawa.

Jika anak yang cerdas hanya di standarkan dengan ibu yang memiliki ip tinggi dan kuliah di luar negri.  Lantas tidak akan ada anak-anak dari seorang tukang parkir dan kenek bis yang mendapat gelar dokter atau TNI.

Saya setuju mendidik anak itu bukan di mulai dari dalam kandungan tapi di mulai dari memilih siapa ibunya. Karena memilihkan ibu yang baik adalah salah satu hak dari seorang anak dari ayahnya. Siapa yang tau wanita yang kita keluhkan kecerewetannya di dalam rumah ternyata dia adalah madrasah yang paling penting dalam kehidupan dunia akhirat kita.

Ibu tidak hanya di tuntut cerdas dalam akademik tapi harus cerdas dalam bidang akhlak. Kenapa? Banyak anak yang sukses akademiknya tapi bobrok di akhlaknya. Kita masuk di masa di mana standar kepintaran seseorang berdasarkan nilai matematikanya. Lalu nilai agama di sisihkan di urutan paling belakang.

Makanya koruptor semakin merajalela. Karena yang mereka tau mendapatkan sebanyak-banyaknya entah bagaimana caranya dan mengabaikan bahwa Tuhan melihat perbuatan mereka.

Akhlak yang luhur dari seorang wanita itu adalah pondasi pokok untuk menciptakan generasi bangsa yang cerdas dan bermartabat. Jadi jangan bangga jika kamu pintar tapi akhlakmu standar. Karena anak tidak hanya membutuhkan ibu yang berotak tapi dia membutuhkan ibu yang berakhlak.

Jadi... untuk perempuan-perempuan di luar sana yang sedang menjaga diri demi menanti seseorang. Jadilah wanita yang tidak hanya pintar tapi juga harus cerdas karena peradaban bangsa bergantung dari kita. Anak-anak kita berhak terlahir dari rahim seorang ibu yang cerdas.

-Hana Larasati

Jangan Meminta Allah Membalas

Kamu tentunya pernah di sakiti. Bagaimana jika orang tersebut dekat denganmu? Setiap hari kamu harus menatap wajahnya?

Mungkin kamu sudah memaafkannya tapi untuk melupakan dan bersikap baik-baik saja? Rasanya sulit. Karena maaf tidak pernah sepaket dengan lupa.

Ketika di sakiti kebanyakan dari kita langsung berdoa "Semoga Allah membalas perbuatannya." Kenapa harus berdoa seperti itu ketika dapat kesempatan jadi orang yang terdzolimi yang doanya langsung di terima tanpa hijab.

Kenapa harus berdoa "semoga Tuhan membalas." Padahal balas dendam itu bukan sifat Tuhan. Allah pun tau setiap perbuatan pasti ada balasannya jadi kita tidak perlu repot-repot meminta agar Allah membalas perbuatannya. Karena tanpa di minta pun Allah akan melakukan hal yang tepat dan menurutNya adil.

Memintalah kebaikan pada Allah ketika berdoa. Kalau tidak bisa meminta kebaikan untuk orang lain, minimal memintalah untuk diri sendiri. Kita kan tidak pernah tau kapan Allah mengabulkan doa kita.

Bukannya ada istilah ya. Berkatalah yang baik atau lebih baik diam. Itu juga masuk dalam katagori doa. Karena kita tidak pernah tau kapan doa itu akan di ijabah. Makanya dari pada berujung penyesalan lebih baik meminimalisirnya.

-Hana Larasati

Kamis, 25 Februari 2016

Apakah Allah Mencintaiku?

"Apakah Allah mencintaiku?"

Pertanyaan ini terus mengusikku.
Aku teringat bahwa kecintaan Allah Ta'ala kepada hamba-hamba-Nya hadir karena benerapa sebab dan sifat didalam al-Qur'anul karim. Aku pun mulai membuka kitab suciku. Mencari-cari tipe hamba seperti apa yang membuat Allah jatuh cinta.

Aku membalikkan lembar demi lembar kitab suciku. Aku mulai membalikan memoriku, sekedar membandingkan apakah diriku seperti yang sudah disebutkan al-Qur'an, ini kulakukan semata hanya agar aku dapat menemukan jawaban atas pertanyaanku.

Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang bertakwa" dan aku tidak berani menyebut bagian dari mereka (yang bertakwa). Solatku lalai, sunnah-sunnahnya pun kadang aku kerjakan kadang tidak. Aku sepertinya jauh dari kategori bertakwa.

Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang sabar" maka aku teringat betapa tipisnya kesabaranku. Aku sulit mengendalikan amarah terlebih ketika di sandingkan dengan hal-hal yang tidak aku sukai. Aku pun bukan termasuk dalam golongan yang sabar.

Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang berjihad" maka aku pun tersadar akan kemalasanku dan rendahnya perjuanganku. Aku malas mengerjakan tugas, aku sering mengentar-entarkan pekerjaan. Aku juga bukan termasuk golongan yang berjihad.

Aku menemukan bahwa Allah mencintai "orang-orang yang berbuat baik" Betapa jauhnya diriku dari sifat ini. Aku sering berharap imbalan dari setiap pekerjaan yang aku lakukan. Aku juga sering riya. Jauhnnya aku dari sifat ini.

Aku periksa semua amal-amalku.
Ternyata di dalamnya banyak yang bercampur dengan kemalasan dan kelemahan, kotoran-kotoran dan dosa. Seketika itu terbersitlah dalam ingatanku firman Allah Ta'ala :
(إن الله يحب التوبين )
Innallha yuhibbu tawwabiin
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat.."

Seakan-akan aku menjadi faham bahwa ayat ini untuk diriku dan orang-orang sepertiku, seketika mulutkupun langsung komat-kamit membaca:
أستغفر الله وأتوب إليه , أستغفر الله وأتوب إليه , أستغفر الله وأتوب إليه
Astaghfirullaha wa atuubu ilaihi
"Aku memohon ampunan Allah dan bertaubat kepada-Nya"

Semoga Allah mencintaiku. Betapa ruginya dan terhempasnya aku jika Allah sedikit saja memalingkan wajahNya dariku. Aku tanpa Nya lebih rendah dari butiran debu. Semoga Allah mencintaiku. Aamiin.

Rabu, 24 Februari 2016

Lima Pembunuh Motivasi

Selamat siang, pasti diantara kita pernah drop semangatnya. Entah faktor dari luar atau dari diri sendiri yang membuat semangat patah. Kali ini yuk kita kenali lima hal yang bisa membunuh semangat dan motivasi :

1. Mudah puas

Menginginkan hidup yang "lebih baik" adalah suatu permulaan yang baik, tetapi jika hanya berakhir di situ-situ saja, maka motivasi tidaklah dibutuhkan. Kita harus mempunyai hasil yang jelas yang ingin dicapai, supaya terus bergerak maju. Buat target yang sangat spesifik dan jelas yang "hidup" dalam pikiran kita, sebuah tujuan atau mimpi yang dapat kita lihat, sentuh, dan rasakan. Ingatlah, bahwa pencapaian kita hari ini harus membawa kota selanjutnya kepada pencapaian selanjutnya. Masih ingatkan kata-kata Rasulullah, orang yang lebih baik hari ini dati hari kemarin maka ia beruntung. Orang yang hari ini sama dengan hari kemarin maka ia rugi, dan orang yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin maka dia bangkai.

2. Mudah kompromi

Bergerak dari tempat kiat berada menuju ke tempat yang kita inginkan membutuhkan keberanian dalam menghadapi perubahan, risiko, dan rasa tidak nyaman. Ketika hal-hal demikian muncul, kebanyakan orang akan mulai membuat alasan-alasan untuk menghindari tantangan-tantangan yang mungkin timbul. Ketika alasan untuk mundur masuk dalam kepala kita, motivasi untuk tetap bergerak maju akan hilang. Untuk menghindari jebakan ini, perhatikan alasan-alasan menghambat apa yang sering muncul dan paksa diri kita untuk membuktikan bahwa alasan-alasan Anda tersebut salah!

3. Mudah jatuh

Ini adalah tantangan yang paling sering terjadi dan sangat penting untuk diperhatikan. Sebuah batu kecil sekalipun cukup untuk membuat seseorang yang sedang mengendarai sepeda berubah arah, dan mungkin sampai terjatuh. Demikian juga kehidupan kita. Latih dan biasakan pikiran kita bukan hanya tahu, tapi juga percaya bahwa setiap ‘batu’ yang ada di sepanjang jalan kita adalah sebuah pengalaman belajar yang menarik, yang dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk sukses.

4. Mudah lupa

Seharusnya seseorang melakukan sesuatu karena sebuah alasan. Jangan lakukan sesuatu jika kita tidak tahu mengapa kita mau atau harus melakukannya. Apapun yang kita lakukan haruslah dilakukan karena sebuah alasan. Ketika kita tidak mempunyai cukup alasan untuk melakukan sesuatu, maka kita juga tidak akan memiliki cukup motivasi. Jangan pernah lupa alasan mengapa kita harus mencapai tujuan kita. Renungkan alasan tersebut terus-menerus.

5. Mudah menyerah

Hidup itu seperti berada dalam "medan perang", apabila kita tidak mau berjuang untuk mendapatkan kehidupan yang kita inginkan, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa. Di dalam peperangan tidak boleh ada kata mundur atau menyerah. Berjuanglah untuk hidup kita atau bahkan untuk orang-orang yang kita sayang. Keberhasilan kita akan menjadi berkat bagi orang lain. Ingat, ketika motivasi dalam diri kita lenyap, maka sebenarnya kita sudah "mati", walaupun hidup secara raga.

-Hana Larasati

Selasa, 23 Februari 2016

Keraton III

Mataku semakin sipit sangking sembabnya. Aku terus menangis dan menangis. Dalam kamar tak henti-hentinya aku menghakimi Tuhan. Aku kecewa, marah, kesal, bertanya di mana janji Nya.

Tak terasa adzan asar sudah berkumandang. Suara muazim yang mengalun indah seakan memanggil-manggil ku. Tapi hatiku masih kecewa pada Nya.

"Gin.. ayo solat." Ajak sahabatku.

"Buat apa solat.. Tuhan aja ingkar janji sama gua."

"Astagfirullah... jadi lu mau marahan nih sama Allah? Lu punya apa Gin gua tanya? Semua yang ada di elu itu di sponsori Allah. Lu gak pantes menghakimi Allah kaya gitu. Dia Maha Tau Gin. Ayok solat.. minta ampun sama Allah."

Aku pun terdiam. Aku semakin terisak, tangisku semakin keras.

"Astagfirullah.. Astagfirullah.. Astagfirullah wa atubbu illaih." Kata ku dalam suara yang terisak.

Apa yang aku ucapkan tadi. Setan benar-benar telah menang sekarang. Aku mengadaikan cinta sejatiku demi seseorang yang aku tidak tau apa aku akan menjadi jodohnya atau bukan.

Astagfirullah.. ampuni aku Ya Allah. Ampuni mulutku dan hatiku yang tidak bisa berkata dan berprasangkan baik pada Mu. Allah, jangan palingkan wajahMu dari ku karena kata-kataku. Sesungguhnya aku makhluk yang jahil, makhluk yang bodoh. Ampuni hambaMu Ya Rabb.

Dalam pekatnya malam hatiku terbuka. Jalan ku salah selama ini hijab itu di niatkan untuk Allah semata. Bukan karena yang lainnya. Allah Maha Sayang terhadap hamba Nya, Dia pilihkan dan jauhkan sesuatu karena Dia tau yang terbaik itu apa.

Esok paginya, aku meniatkan diri untuk bertemu Malik. Laki-laki pingitan itu kini telah meniatkan diri memingit gadis pujaannya. Bissmillah, aku berikrar untuk kuat dalam ucapan selamat yang akan aku katakan padanya.

"Assalamualaikum, Lik."

"Waalaikumsalam, Gin. Ada apa?"

"Begini Lik, aku denger kamu sudah mau melamar seseorang ya."

"Masya Allah kabar itu sudah sampai di kamu ya? Padahal Malik mau bilang langsung loh."

"Iya gapapa Lik. Aku cuma mau ngucapin selamat, semoga kalian selalu dalam lindungan Allah." Kata ku dalam mata yang berkaca-kaca. Kuatkan aku Allah. Kuatkan hamba Mu.

"Aku tau gadis itu pasti cantik dan baik sama kaya kamu. In shaa Allah kalian gak cuma sama-sama di dunia tapi sampai di surga. Aamiin." Lanjutku yang kini mulai sedikit kuat.

"Kamu mau aku kenalkan pada calonku Gin?"

Deg.. Hati ku langsung berdetak tak karuhan. Allah apa aku sanggup melihat calon laki-laki idamanku. Allah, kuatkan aku.

"Bo..boleh.."

"Sini.." Dia menyuruhku mengikutinya. Mau kemana dia, siapa gadis itu. Apa dia satu sekolah denganku? Pertanya-pertanyaan standar itu muncul dalam otakku. Aku pun mulai mengikutinya.

Setelah di bingungkan dengan kata kemana kita, akhirnya kita sampai di depan masjid. Masjid tempat biasa Malik solat dan membaca Al-qur'an. Masjidnya berwarna hijau dengan indah kaligrafi emas yang mendayu-dayu di setiap sudutnya. Masjid itu memiliki tembok yang kokoh, dan banyak jendela kaca besar di sekelilingnya.

"Mana Lik..?" Kata ku yang semakin mencoba ikhlas.

"Ayo sini.." Dia menyuruhku berjalan menuju jendela yang paling lebar.

"Tuh dia ada di sana." Katanya malu dan mulai menjauh dariku. Aku yang tak menemukan sesosok wanita itu pun bingung di buatnya. Ada wanita tua, tapi apa iya itu jodohnya?

"Mana Lik? Perempuan yang memakai kerudung merah bukan?"

"Bukan.. itu sih bu dosen algoritma. Itu.. masa gak liat sih. Yang pakai kerudung hitam."

"Yang mana sih? Gak ada yang pakai kerudung hitam di dalam. "

"Siapa yang bilang dia di dalam. Dia ada di pantulan cermin."

Masya Allah hatiku entah harus bagaimana. Sedihkan, haru, atau senang. Aku tak berani menatap wajahnya sangking gugupnya.

" Uhibukki Fiilah, Gina."

"Ke..kenapa bisa? Bukannya kata Dinda kamu mau melamar seseorang yang bukan dari kelasku?"

"Hahah itu bohong aku melakukan itu hanya karena ingin kau memperbaiki niatmu, dalam berhijab."

"Semua hal itu niatnya harus karena Allah. Bukan karena makhluk ciptaanNya. Aku sengaja mengetesmu hanya ingin tau masih setiakah kerudung panjangmu ketika kamu tau aku tidak ada di sisimu dan ternyata kerudung itu masih istiqomah."

"Jadi maukah kau menjadi ibu dari anak-anakku?"

"Iya."

Keraton menjadi saksi pertemuan kita. Aku bahagia sekali bukan hanyq cinta tapi iman.

Senin, 22 Februari 2016

Keraton II

Teurai jilbab panjang dari kepala hinga dada. Riasan wajah sederhana tapi tetap manis di pandang mata. Diamku bukan diam tanpa perjuangan.

"Gin, lu sehat?" Kata temanku sambil melihat ku dari ujung kepala hingga kaki.

"Sehat Nda."

"Lu kenapa?" Kata nya yang sekarang menatapku sambil memegang lenganku.

"Gua mau hijrah.. wanita yang baik kan buat laki-laki yang baik Nda. Gua mau jadi wanita baik-baik."

"Gua tau nih arahnya kemana. Jangan bilang lu lagi ngincer Malik ya makanya jadi begini."

"Ah.. enggak." Padahal dalam hatiku berkata "Ini orang keturunan limbad apa. Bisa aja baca pikiran orang."

Aku pun mulai melangkah menuju masjid tempat biasa Malik solat. Aku duduk di bangku taman sekitaran masjid. Pikirku aku ingin Malik melihat perubahanku.

Lama aku tunggu dia. Dari mulai adzan zuhur sampai sekarang sudah mendekati adzan ashar.

"Duh Malik mana ya." Bisik ku kecil.

"Assalamualaikum Gin." Kata suara yang sudah aku kenal baik.

"Waalaikumsalam Lik." Kata ku sedikit gugup.

"Nunggu siapa?"

"Dinda, Lik."

"Loh Dinda bukannya udah pulang ya dari tadi?"

"Ah.. iyaa. Duh kenapa bisa lupa gini ya. Yaudah makasih Lik." Aku pun berlari pergi.

"Dasar bodoh." Umpatku dalam hati. Untuk berbohong saja aku tidak bakat. Tapi setidaknya Malik melihat penampilanku yang baru. Karena Malik aku menekatkan diri untuk menjadi wanita yang lebih baik. Bukankan yang baik untuk yang baik?

Pagi ini menjadi pagi pembuka yang indah. Langitnya terang, kicau burung pun mengikuti dengan riang. Aku masih memakai jilbab panjangku. Kali ini aku memilih warna hitam untuk jilbabku.

Sampai di kelas Dinda menatapku penuh arti. Matanya tak lepas dari mataku. Sepertinya dia mau mengatakan sesuatu yang penting.

"Gin.." katanya yang masih saja menatap mataku lekat.

"Kenapa lu?"

"Malik Gin.. dia udah mau ngelamar orang."
Hatiku remuk seketika. Lalu apa hasilnya lerjuanganku. Ya Allah bukan kah Kau bilang perempuan yang baik untuk laki-laki yang baik? Lalu kenapa ketika aku menjadi baik, dia kau tarik dari kehidupanku? Tuhan apa ini yang Kau bilang janji Mu?

-Hana Larasati

Keraton.

Merindukan pagi di kala malam baru meninggi. Ah.. pagi cepatlah datang. Rajukku dalam hati. Aku ingin melihat sosok yang mengetarkan hatiku lagi.

Ini pertama kalinya. Aku jatuh cinta. Rasanya bagai melihat matahari senja di pantai selatan jogja. Sangat indah.

Sepertinya kali ini aku menjatuhkan hatiku pada orang yang tepat. Laki-laki dengan badan tinggi dan putih itu menjadi penyemangat hari-hariku. Matanya sipit dan wajahnya oval oriental. Aku selalu mengintipnya dari jendela kelas setiap hari.

Bagai fans yang tergila-gila pada idola, aku pun tau jadwal kegiatannya. Setiap pagi dia selalu menyempatkan untuk solat duha. Baru ketika jam 07:30 dia kembali lagi ke kelas.

Dalam hati aku yakin dialah orang yang tepat. Laki-laki soleh yang selalu menjaga solatnya. Setiap hari aku terus-menerus memperhatikannya.

Malam ini pikiran ku masih mengelana. Memikirkan sosok tentang dia. Dia itu sangat baik. Akhlaknya bagus dan prestasinya mulus.

Muhammad Malik Ibrahim. Laki-laki penyandang dua gelar nama nabi  pada namanya mampu merontokan hatiku. Tapi aku berpikiri mana mungkin aku bisa bersanding dengannya jika aku masih seperti ini.

Terbayang lagi wajahnya yang bersih dan mulus, apa lagi ketika ia terkena sinar matahari. Wajahnya semakin bersinar layaknya matahari pagi. Laki-laki yang selalu datang di awal untuk menyempatkan solat duha.

Apa aku bisa memiliki laki-laki keraton. Laki-laki yang pemalu seperti gadis pingitan. Laki-laki sopan dalam kata dan santun dalam sikap.

Sabtu, 20 Februari 2016

Indonesia Pintar?

"Indonesia kaya, tapi kenapa masyarakatnya miskin?"  Pasti kalian pernah nemuin pertanyaan kaya gini. Entah itu dalam otak kalian tau dari omongan orang yang sekelebat lewat.

Kali ini saya mulai tertarik membahas soal ini. Kenapa sih Indonesia itu jadi negara yang berkembang padahal SDA sangat mendukung dia menjadi negara yang maju?

Kurang Percaya Diri.

Kurang percaya diri adalah hal yang menyebabkan kita masih saja jalan di tempat ketika yang lain sudah mulai berlari ke depan. Perubahan besar bermula dari kepercayaan pada diri sendiri bahwa kitalah andil dalam sebuah perubahaan.

Kebanyakan dari kita punya banyak ide brilian tapi hanya mengendap di otak karena kurang yakin dengan potensi yang kita punya. "Bisa gak ya?", "Kalo gak bisa gimana?" Pikiran-pikiran negatif itu yang menghambat kita untuk maju. Ketika ide itu sudah di aplikasikan oleh bangsa lain baru kita berkata "Coba aja dulu..."

Mulai lah untuk yakin dengan apa yang diri kita miliki toh Tuhan sudah memberikan potensi pada setiap makluknya, tinggal kita menggali potensi itu supaya menjadi lebih baik.

Jadi Smart People

"Indonesia kan banyak orang pintarnya tapi kok masih saja tertinggal?" Karena kebanyakan dari kita hanya menajdi manusia yang pintar bukan cerdas. Jadilah manusia yang cerdas bukan manusia yang pintar. Cerdas itu memaksimalkan apa yang kita punya dengan sebaik-baiknya untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi lingkungan dan diri sendiri. Kalau pintar hanya terpusat pada otak saja.

Kebanyakan dari kita hanya menjadi manusia yang pintar. Tidak salah memang tapi kalau bisa menjadi cerdas kenapa tidak? Kadang otak yang cerdas akan sia-sia jika tidak di barengi dengan simpati dan empati pada lingkungan sekitar.

Toh para koruptor di negara kita itu kebanyakan berasal dari orang yang pintar. Latar belakang pendidikannya tinggi, status sosialnya baik, tapi empati dan simpatinya bobrok.

Manusia-manusia cerdas yang bisa kita contoh di negara kita ini seperti Bj. Habibie, Dahlan Iskan, dan masih banyak lagi.

Mengapresiasikan Karya Orang Lain

Yang membuat orang malas untuk berkarya adalah apresiasi masyarakat dalam menyambut karyanya itu kurang. Memandang sebelah mata atau bahkan ada yang mungkin menjatuhkan. Itu yang membuat drop mental anak-anak bangsa.

Ketika seseorang membuat suatu karya beri dukungan mental. Syukur syukur memberi dukungan materil. Kebanyakan dari kita, sudah gak memberikan dukungan mental maupun materil malah menjatuhkan sejatuh jatuhnya dengan komentar-komentar yang miring.

Memang baik mengomentari suatu karya karena dengan begitu kita tau dimana salah dan kurangnnya, tapi gunakan bahasa yang sopan dan kata-kata yang membangun. Jadi si pembuat semakin termotivasi dan terispirasi. Jangan mengunakan kata-kata yang malah menjatuhkan.

Jika kita ingin negara ini berubah mulailah dengan diri sendiri. Ayo jadi manusia yang cerdas bukan hanya manusia yang pintar. Manusia yang mempunyai simpati dan empati bukan manusia yang menghalalkan segala cara demi gengsi. Semoga menginspirasi.

-Hana Larasati.

Jumat, 19 Februari 2016

Jangan Terima Aku Apa Adanya

Tema kali ini sengaja di ambil dari pengalaman pribadi. Pasti di antara kita pernah merasakan ini. Sahabat kita atau orang terdekat atau kita sendiri selalu mengiyakan semua hal yang seseorang lakukan. Entah itu baik atau buruk hanya karena tidak enak bila menegur. Alasan klasiknya " Gue kan terima dia apa adanya." Nah kita liat yuk apa yang dimaksud "Terima apa adanya."

Definisi Menerima Apa Adanya.

Menurut pemikiran saya, terima apa adanya bukan kita mengiyakan semua hal yang dia lakukan. Entah itu baik atau buruk baginya, karena berlandaskan rasa gak enak. Menurut saya terima apa adanya itu, oke saya terima segala kekurangan kamu. Terima kamu sebagai orang yang pemarah, pemalas, pengeluh, pembohong, tapi selama kamu bersama-sama dengan saya kamu gak boleh memelihara sikap itu. Kamu harus berubah menjadi yang lebih baik dan sebagai sahabat saya akan membantu kamu, karena sahabat yang baik adalah yang mengingatkan di waktu salah dan menguatkan di waktu lemah.

Kita melakukan itu bukan karena kita jahat. Tapi kita membantu dia, supaya meninggalkan sifat-sifat jeleknya ketika sedang bersama kita. Syukur syukur bisa melekat selamanya. Bisa kan karena biasa.

Bahaya Salah Kaprah Dalam Terima Apa Adanya.

Mungkin ketika kita bersama dia yang sudah tau watak dan sikapnya kita bisa toleransi, nah kalau dia sedang bersama orang lain dan dia terus memelihara sikap itu apa gak bahaya?

Bisa-bisa dia jauhi karena sikapnya. Karena gak semua orang bisa menerima sikapnya. Maka dari itu sebagai sahabat yang baik kita wajib mengingatkan.

Takut Dia Marah

Penolakan untuk sesuatu yang berebeda dari kebiasaan itu biasa. Kalau kita meniatkannya karena Allah, in shaa Allah dia akan mengerti.

Gunakan bahasa yang baik lagi santun ketika mulai mengingatkan dia. Beri pengertian secara perlahan. Jangan memaksa. Karena untuk mengubah beras menjadi nasi pun butuh proses.

Jadi terima apa adanya adalah ketika kamu menerima segala kerurangannya dan gak membiarkan sifat jeleknya terus ada dalam dirinya. Semoga bermanfaat.

-Hana Larasati


Kamis, 18 Februari 2016

Matahari II

"Hujan menjadi pengawal pertemuan kita. Di saksikan gigil dan dingin. Semoga pertemuan ini berkah, seperti setiap tetes air hujan yang turun menghujami bumi. "

Entahlah dia masih menjadi sosok yqng memikat. Sudah lama aku memperhatikanya dalam diam. Aku tau ini salah. Jatuh cinta diam-diam itu menyerahkan semuannya pada Allah bukan menyimpannya dan memikirkannya dalam hati seperti ini.

Aku masih mencuri pandang lewat derai hujan yang mulai menjadi tirai sangking lebatnya. Tuhan maafkan hambaMu yang tidak bisa menjaga matanya. Tapi makhlukmu itu sangat mempesona.

Sekarang dia mulai mendekap tubuhnya dengan tangannya untuk sedikit menghangatkan. Karena dingin mulai mengelayuti tubuh kokohnya. Rambutnya yang panjang sebahu sepertinya lepek tetkena cipratan hujan.

Cinta di pelataran keraton Jogja. Rasanya aku ingin sekali menulis tentang itu saat ini. Kita terjebak di tempat dan suasana yang pastinya akan membuat orang iri dengan kita. Hujan dan keraton.

"Dila, ayok pulang. Hujan udah sedikit reda." Lamunanku pecah ketika sahabatku berkata sembari mengandeng tanganku. "Ah.. mengapa engkau buru-buru reda, padahal aku masih mau terpenjara dengannya. Yang deraimu menjadi jerujinya." Rajukku kepada hujan.

Tuhan aku tau ini salah, tapi Engkau pun pasti lebih tau bahwa ini ujian yang susah. Susah bagi hambaMu yang baru mengikrarkan untuk berhijrah. Menghijab hati itu lebih susah dari menghijab jiwa. Karena itu adalah hal yang benar-benar paling jujur.

"Kamu kenapa aneh gitu sih Dil?"

"Aneh? Aneh kenapa?"

"Itu celingukan gitu, kaya ada yang dicari."

"Sebenernya sih ada."

"Rum, aku mau cerita boleh?" Lanjutku lagi. Sambil menatap mata Rumi.

"Boleh, cerita aja."

"Aku kayanya suka sama laki-laki pengidap LGBT deh."

"Astagfirullah....... tobat Dil tobat."

"Heh.. jangan salah sangka dulu. Maksudnya laki-laki pengidap LGBT itu laki-laki gagah berakhlak tauladan."

"Mas Fahmi maksudmu?"

"Kamu kok tau?"

"Ayam yang lagi joging juga tau. Mata kamu gak pernah lepas kalo ada dia."

"Hmm... aku tau ini salah Rum. Aku juga gak mau kaya gini. Aku mau istiqomah sama pilihanku buat menahan pandangan. Tapi kayanya setan lebih istiqomah buat ngerontokin ke istiqomahan aku deh."

"Jangan salahin setan, salahin diri kamu sendiri kenapa kalah sama setan. Setan mah emang udah tugasnya menjerumuskan manusia supaya masuk ke dalam neraka. Tugasnnya gak akan berhenti sampai kiamat tiba. Tinggal dari kamunya aja Dil mau kalah apa enggak sama makhluk yang derajatnya di bawah kita, umat manusia."

Mendengar ucapan Rumi aku pun berpikir. Sepertinya memang hatiku sudah benar-benar melenceng. Aku seakan melupakan bahwa Allah cemburu melihat perilakuku, yang terlalu mengistimewakan makhluknya.

Dalam dekapan malam yang gulita. Aku menangis memohon ampun atas semua perilaku ku.  Aku takut jika cintaNya pudar dari hatiku.

Tak lama berselang handphone ku berbunyi. Ternyata mas Fahmi yang menghubungiku.

"Assalamualaikum, mas. Ada apa?"

"Waalaikumusalam, mba. Enggak saya hanya ingin ngobrol aja sama mbanya."

"Ngobrol? Di jam 3:00 pagi seperti ini? Ndak salah mas?"

"Maaf ya mba. Ngehubunginnya di waktu yang gak wajar."

"Iya gapapa mas. Ada apa gitu tumben mau ngobrol sama saya. Eh iya kok mas kenal saya?"

"Gapapa mba. Karena kelas mba kan pasti habis kelas saya kalo ngampus jadi saya tau mba."

"Oh iya juga sih mas. Tapi aneh aja kok mas bisa kenal saya dari sekian banya murid yang ada."

"Mba juga kok kenal saya?"

"Ya masnya kan asdos. Siapa yang ndak kenal. Yang aneh kenapa mas kenal sama saya. "

" Saya memang memperhatikan mba dari dulu."

"Loh? Saya emang punya salah sama mas?"

"Ndak mba ndak. Saya kagum sama mba."

"Kagum? Bagusnya saya yang bilang begitu ke masnya. Mas  mah banyak yang bisa di kagumi lah saya, apa yang bisa kagumi mas? "

"Ya kan hati orang gak ada yang tau mba."

"Jujur saya pun kagum sama mas. Walaupun kita sepantaran tapi mas sudah jadi asisten dosen. Mas juga rajin ibadah. Saya juga memeperhatikan mas diam-diam."

"Hah yang bener mba? Kok saya gak tau."

"Namanya juga diam-diam mas ya pastinya mas gak tau. Tapi sekarang saya pensiun untuk mengagumi mas. Saya takut ada yang cemburu ketika saya lebih mengistimewakan makhluknya. Saya takut Allah cemburu."

"Saya gak terpikir itu ya mba."

"Saya gak mau jadi Zulaika mas, yang mengoncangkan iman Yusuf. Saya takut murkanya Allah jadi saya memilih pensiun dini untuk jadi pengemar mas."

"Benar kamu mba."

" Untuk pengakuan mas yang tadi saya belum bisa menangapi. Jika mas benar-benar serius perjuangkan saya di jalan yang baik ya mas. Di jalan yang di ridhoi Allah."

"Bagaimana caranya?"

"Menikah. Tidak ada solusi untuk dua insan yang sedang jatuh cinta selain menikah. "

"Saya belum mampu mba."

"Ya kalau begitu kamu harus merelakan saya."

"Saya gak bisa mba."

"Solusi terbaik adalah saling memperbaiki diri."

"Saya sepertinya mengambil solusi yang terakhir mba."

"Kalau kita jodoh pasti bertemu mas."

"Aamiin mba."

Percakapan kita pun ditutup oleh aamiin. Semoga aamiin mu dan aamiinku di ijabah oleh Allah. Bukan kah doa yang gotong royong lebih cepat di ijabah.

Selang dua tahun dari hari itu Fahmi melamarku. Matahari keraton Jogjaku yang dulu hanya bisa aku lihat dari jauh. Kini dia selalu ada ketika aku membuka mata di pagi hari.

Ketika Allah yang menjadi tujuan, maka apa yang kamu impikan akan menjadi kenyataan. 

Hal yang paling sulit memang menahan perasaan pada orang yang di suka dan menyukai kita. Ketika semua harus di hijab dalam taat. Merelakan perasaan yang ada, menahan semua nafsu. Bukan hal yang mudah tapi Dila dan Fahmi bisa melakukan itu. Karena mereka tau, ketika kita meninggalkan sesuatu karena Allah maka Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang baik.

Diah Larasati & Muhammad Fahmi Gifahri
Semoga berkah dalam dekapan Allah.

-Hana Latasati

Rabu, 17 Februari 2016

Matahari

Wajah manis khas laki-laki Jogja itu terbingkai indah di dalam kalbu. Hidung bangir dan tubuh kurus tinggi selalu membayangi. Ketegasan sikap dan konsisten dalam kata mempesonakan aku.

Matanya yang bisa di bilang, tidak sipit tidak juga besar tapi bening dan cemerlang indah seakan jalan pintas menuju hatinya. Baik budinya, santun perangainya, dan sopan dalam tutur katanya semakin menunjukan bahwa dia pria berkelas.

Setelan jins dan kaos serta rambut yang sedikit berantakan klop dengan kulitnya yang sedikit kecoklatan manis khas orang Indonesia. 

Memang bukan laki laki dengan penampilan yang bisa di temui di masjid. Tetapi lelaki itu seumur hidupnya menjauhi hal-hal yang dilarang Allah karena nasehat Ayahnya.

Sang Hafiz yang sudah menghafal lebih dari 5 juz. Menarik perhatianku. Di balik pebampilan yang berandalan ada ketakutan pada Sang Maha Pencipta. Itu yang membuatnya berbeda dan aku semakin terpesona.

Dia sosok yang mengiringku untuk selalu dekat pada-Nya. Tidak hanya mengingatkan tapi mencontohkan. Walaupun seorang hafiz tapi dia sangat humoris. Tidak terlalu kaku tidak juga sembarangan. Dia tau batas-batas karena dia paham  akan Agama.

Kita tidak pernah pacaran. Tidak pernah bersentuhan sebelum ijab kabul dilisankan. Mungkin sebagian orang berpikir itu kuno. Tapi itu yang dicontohkan Nabi.

Hatiku tertaut padanya, hatinya pun begitu. Tapi kita sepakat untuk menyimpannya rapat-rapat dan membiarkan tidak saling tau. Kesepakatan yang tidak pernah di lisankan tapi seakan berjalan mengikuti sekenarionnya.

Aku ingat betul nada suaranya ketika dia mengulang kembali wasiat ayahnya. "Seburuk apa pun yang kamu lakukan, ingatlah kamu menyandang nama Muhammad!" Nasihat ayah yang telah mencegah laki laki itu untuk tidak menempuh jalan maksiat seumur hidupnya.

Muhammad Fahmi Gifahri. Matahari seja yang aku temukan di pelataran keraton Jogja.

Selasa, 16 Februari 2016

Ketika Pacaran Bukan Menjadi Suatu Pilihan

"Sok suci." , "Hih jual mahal, mending cakep.", "Sok jaga image temennya juga banyak yang laki-laki."

Kata-kata merdu itu pasti bukan kata-kata yang baru untuk perempuan yang berusaha menghijab hati dan dirinya. Bukan hanya di belakang telinga, tapi di depan pun pasti ada.

Ketika seorang wanita memutuskan untuk menghijab hatinya, bukan berarti wanita itu sok suci. Tapi ia ingin menjaga kesuciannya. Bukannya dalam surah An-Nur sudah jelas ya. Hendaknya perempuan yang beriman menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya, serta menampakan perhiasan yang biasa di tampakan saja.

Wanita yang memilih menolak ajakan pacaran, bukan karena mereka angkuh dan sombong. Justru mereka menunjukan bahwa harga yang perlu di bayar untuk mendapatkan seorang wanita solehah sangatlah mahal. Karena wanita solehah adalah harta simpanan yang paling berharga.

"Kalo jual mahal mulu, nanti gak laku loh." Pasti pernah nemuin kata-kata seperti ini kan, dalam perjuangan kalian. Saya tuh suka bingung sama pertanyaan model itu. Lah terus kalo gak jual mahal, mau jual murah gitu? Diobral.. diobral.. 10 ribu 3. Begitu?

Bukannya Allah memang menciptakan perempuan dalam harga yang mahal? Ketika ia lahir, Allah membukakan pintu surga untuk ayahnya. Ketika ia taat pada Allah dia bisa memasuki surga lewat pintu mana pun yang ia suka. Ketika ia menjadi ibu, surga ada di bawah telapak kakinya. Maka kenapa engkau menjatuhkan harga mu secara murah, ketika Allah sudah meninggikannya?

Wanita yang menghijab hatinya hanya ingin ketika kata ‘sah’ membahana, hal-hal yang di lakukan selanjutnya adalah hal-hal pertama yang belum pernah di rasakan sebelumnya. Contohnya bergandengan tangan, memeluk suaminya.

Ia hanya ingin dimiliki oleh satu-satunya orang yang namanya telah Allah tuliskan di lauhul mahfudz untuknya. Mungkin bisa jadi kamu atau orang lain. Siapa yang tidak beruntung mendapatkan seorang akhwat yang tak pernah tersentuh sebelumnya ?

"Ngomonginnya nikah mulu. Pengen nikah banget emang?" Pasti ada aja celetukan kaya gini. Ketika sepertinya selalu saja yang disinggung adalah mengenai pernikahan saat mendekati seorang wanita solehah. Harus kalian tau, itu bukan berarti ia ingin terburu-buru untuk segera menikah atau nafsu belaka. Tapi karena memang baginya, hanya dengan pernikahan sajalah segala sesuatunya akan menjadi halal.

Wanita solehah tidak mau menjalin status dengan laki-laki yang tukang modus. Karena dia tau Allah memberikan hati bukan untuk tempat bermain laki-laki yang tak berani berperinsip.

Buat saya pribadi pacaran bukan menjadi suatu pilihan ketika seorang wanita mulai jatuh cinta. Sulit memang menjaga hati terlebih di usia saya yang baru memasuki 20 tahun. Saya pun tentu memiliki kecenderungan menyukai juga seperti manusia lainnya. Tapi saya tak mau mengikuti bujukan perasaannya begitu saja. Saya hanya bisa terus mencoba mengendalikan perasaan saya semampunya.

Jika bertemu seorang wanita yang sedang berusaha menghijab hatinya. Tolong kuatkanlah ia dengan perinsipnya. Bukan melemahkannya. Sudah menjadi fitrah, hati seorang akhwat itu sensitif, maka jangan kikis tembok tipis itu dengan ujaran kata.

Karena sesungguhnya, apa yang ia lakukan, apa yang ia jaga, bukan hanya untuk dirinya. Tapi juga untuk suaminya kelak. Yang bisa jadi kamu, atau orang lain.

-Hana Larasati

Senin, 15 Februari 2016

Ungkapan Hati Seorang Anak

Bu benarkah kasih anak sepanjang jalan?

Bu, engkau selalu bilang bahwa kasih kami hanya sepanjang jalan. Engkau selalu berkata bahwa kami kurang perhatian. Bu aku dan anak-anak lainnya hanya ingin menyampaikan ini. Hipotesa mu salah bu tentang kami.

Kasih kami kepadamu sama seperti kasihmu kepada kami. Tak terhingga sepanjang masa. Hanya terkadang kami malu untuk mengungkapkannya. Kami membungkusnya dengan rapat. Tapi percayalah bu, kasih kami hanya untukmu.

Bu, andai ibu lihat rintihan tangis kami dalam mengucap doa di tengah malam yang gulita. Kami merengek memohon kepada yang Maha cinta untuk memanjangkan umurmu, menyehatkan badamu dan mendoakan kebahagianmu. Engkau harus tau hanya engkaulah satu-satunya manusia yang ingin kami bahagiakan melebihi diri kami sendiri.

Ketika kau di hina, kami yang lebih sakit dari pada dirimu sendiri. Anak mana yang sudi jika surganya di caci. Kami yang paling depan yang akan membelamu ketika ada yang ingin menyakitimu. Ketika wajah mu yang mulai keriput bercucuran keringat. Kapi pun sedih karena belum ada yang bisa kami berikan untuk sedikit saja membahagiakanmu. Sedangkan engkau berjuang demi membahagiakan dan menyejahterakan kami.

Bu, sejauh apa pun anak mu ini pergi entah itu menuntut ilmu, bekerja, atau merantau. Tujuan utama kami  hanyalah untuk membahagiakanmu. Membuatmu bangga dan memberikan yang terbaik kepadamu. Kami hanya ingin menunjukan bahwa kau tidak sia-sia melahirkan anak seperti kami.
Kami selalu melakukan yang terbaik semampu kami untukmu. Sama seperti engkau melakukan segala hal yang terbaik untuk kami. Hanya saja kami sering khilaf. Tak sengaja membuat air matamu jatuh.

Maafkan kami yang tanpa sadar melukai hatimu lewat sikap dan kata. Maafkan kami yang belum bisa mewujudkan janji yang sempat terucap. Maafkan kami yang belum bisa mengabulkan impianmu yang sudah kau rangkai tentang kami. Maafkan kami bu.

Bu, setelah membaca tulisan ini masihkah kau berpikir bahwa kasih anak hanya sepanjang jalan?

-Hana Larasati

Sabtu, 13 Februari 2016

Islam is Peace

Mengubah paradigma islam sebagai lambang tetoris

" saya muslim. Islam itu sempurna, tapi saya tidak. Kalau saya salah, jangan salahkan islam tapi salahkan saya."

Mengubah mindset seseorang untuk langsung menyukai apa yang dia tolak selama ini, pasti sangat sulit. Kita semua tau akhir-akhir ini islam sedang di sorot penuh.

Tragedi Paris yang melibatkan organisasi ISIS yang mengatas namakan islam di setiap perbuatannya membuat kaum muslimin sangat tersudut. Maka banyak bermunculan islam phobia di negara-negara adidaya, terutama USA.

Lalu bagaimana sikap kita sebagai umat muslim mengenai hal tersebut? Kita bisa mulai dari diri kita sendiri. Yaitu bersikap dan berperilaku yang baik. Suatu perubahan akan terjadi bila kita menunjukan aksi. Tunjukan kepada mereka lewat sikap dan perilaku kita menurut apa yang di contohkan Sang Rasul.

Kita juga bisa mengenalkan islam pada mereka. Bukannya ada istilah "Tak kenal maka ta'aruf." Untuk mengubah paradigma masyarakat tentang islam yang mereka angap sebagai agama teroris, maka yang harus kita lakukan adalah mengenalkan pada mereka apa itu islam. Toh sekarang zaman sudah cangih, berdakwah tidak harus kaku, dan berdiri di podium masjid. Kita bisa berkampanye atau berdakwah lewat media sosial. Bukannya ada istilah "Sampaikanlah walau hanya satu ayat."

Hal terakhir yang bisa kita lakukan adalah dengan berdoa. Doa adalah pembicaraan langsung antara hamba dan Tuhan-nya. Setelah kita berupaya maka sebaiknya kita bertawakal dan berdoa. Memohon supaya paradigma masyarakat tentang islam sebagai label teroris berubah. Karena sesungguhnya islam itu agama yang damai. Islam itu sempurna hanya dari manusiannya saja yang membuat islam terlihat seperti itu. Mari suarakan bahwa islam itu indah. Ayo sama-sama tunjukan bahwa agama kita itu sempurna.

-Hana Larasati

Sabtu, 06 Februari 2016

Dilema Penulis.

"Sial! aku tidak bisa menemukan inspirasi." Umpatku, sambil menghapus ulang tulisan yang sudah aku rangkai rapi.

Aku tidak akan setegang ini bila hari ini bukan deadline tulisanku. Aku masih belum bisa menemukan sesuatu yang mengesankan untuk di tulis.

Aku bingung harus menulis apa. Merangkai kata sama sulitnya seperti merangkai bunga. Harus pandai memilih setiap bagian yang baik untuk menciptakan karangan yang cantik.

Ide ku mentok. Aku belum menemukan sesuatu untuk sekedar di buat kalimat pembuka. Semua angan hanya datang sekejap lalu hilang tiba-tiba.

Aku berjalan mengitari taman menteng. Berharap mendapat inspirasi dari situ. Tapi yang aku dapat hanya terik sinar matahari, karena aku berjalan-jalan tepat pukul 01:30 siang ini.

"Ahhh... aku harus bagaimana." Teriaku dalam hati. Aku harus menulis apa? Ini lebih sulit dari soal algoritma genetika.

Aku masih duduk dengan laptop yang mengaga. Tepat di depanku ada seorang kakek tua penjual minuman dingin. Pikiranku berkata tulis saja dia. Tulis tentang kehidupannya. Ide-ide itu pun mulai muncul. Sebaris ide brilian mulai memenuhi otak ku yang beku. Tapi sekali lagi aku bingung untuk mengeksekusi ide ke dalam tulisan. Ide brilian dan ekspektasi yang mengagumkan akan sia-sia jika gagal dalam eksekusi.

Andaikan mencari inspirasi segampang mengingatmu. Tidak perlu repot-repot bagaimana mengawalinya. Ketika ada sesuatu sekecil apa pun yang menyangkut kamu, kenangan manis itu seketika muncul secepat cahaya dan senyumku pun merekah mengikutinya.

Tidak munafik. Kamu masih menjadi rasa tak mampu di ungkapkan dengan aksara. Yang membuat rindu datang dan mengoyak dengan semena-mena.

Mengingatmu lebih gampang dari mengedipkan kelopak mata. Tawamu, lelahmu, kesalmu, amarahmu, candamu terangkum indah dalam kalbu.

Kata orang aku terlalu diam. Walaupun perempuan kodradnya menunggu jodoh harus di jemput. Kata mereka aku tidak boleh terus diam saja seperti ini. Aku harus berjuang.

Dasar sok tau. Diamku adalah perjuanganku. Karena aku memperjuangkannya lewat Tuhan dan Al-qur'an. Percuma berusaha sekuat tenaga kalau Tuhan tak bersedia. Yang aku lakukan adalah merayu dan terus merayu Tuhan. Di depan kalian mungkin aku diam. Di depannya pun aku tak menunjukan. Tapi dalam sujud panjang aku merengek dan meminta-minta pada Tuhan.

Kadang perjuangan tidak selalu harus di proklamirkan. Ada kalanya rasa itu harus di hijab.

Sekarang aku tau apa yang harus aku tulis. Hanya sebaris kalimat yang sangat biasa saja. aku pun langsung menge-post tulisan itu dalam blog pribadiku:

"Ada seseorang yang sedang aku perjuangkan dalam diam dan Al-qur'an. Maukah kamu menjadi orang itu?"

Kadang, tulisan yang baik tidak selalu harus memikat dan mempesona dalam kata. Cukup dengan bisa mengungkapkan isi hati ke dalam tulisan membuatnya terlihat sempurna.

-Hana Larasati.

Jumat, 05 Februari 2016

Jomblo Baper (Bawa Perubahan)

Di tengah riuhnya siapa pembunuh Mirna, dalam kasus kopi bersianida yang membuat beberapa acara tv belum bisa move on dari kasus itu dan gencarnya berita tentang aliran salah tafsir gafatar dan isis yang membuat heboh Indonesia beberapa minggu lalu. Saya berfikir jomblo ciptaan siapa?

Sangat tidak nyambung memang dengan pembukaan yang saya tulis di atas. Tapi tulisan ini mungkin lebih religius dari tulisan-tulisan saya yang sebelumnnya. Buat yang lebih sering kepoin mantan dari pada kepoin Al-Qur'an harap berhati-hati setelah membaca tulisan ini, karena mungkin anda akan terbakar kenangan. Loh?

Inspirasi ini di ambil ketika saya sedang membuka ig dan munculah tulisan yang sangat semena-mena :

"Tuhan menciptakan manusia berpasang-pasangan, terus jomblo ciptaan siapa?"

Sumpah ini tulisan nyindirnya gak pake kata pengantar. Langsung nancep gitu di hati. Kata-kata seperti ini nih yang membuat semakin banyak masyarakat berasumsi bahwa menjadi jomblo adalah hal yang mengenaskan. 

Padahal yang membuat jomblo terlihat mengenaskan adalah para alay yang ramai-ramai berkampanye di media sosial tentang kejombloaannya. Jomblo itu  gak akan jadi mengenaskan jika kamu mandiri dan gak berpangku tangan dengan orang lain.

Kenapa saya tulis begitu? Ya karena yang menentukan bahagia atau tidak bahagianya kita itu ya diri kita sendiri. Maka dari itu jangan pernah mengantungkan kebahagianmu pada pundak orang lain. Karena ketika orang itu pergi maka munculah kata mengenaskan dalam hidupmu.

Jadi jomblo pun harus baper, alias bawa perubahan. Seenggaknya kalo pun gak ada pasangan adalah sesuatu yang bisa di banggakan. Entah tentang prestasi, akhlak dan sebagainya. Karena jomblo itu kebanyakan pikirannya fokus (yaiyalah kan gak ada pacar yang buat di pikirin) jadi gunakan kesempatan itu untuk melakukan hal-hal yang positif dan membangun.

Jadilah jomblo yang berkualitas bukan jomblo yang terus memikirkan kenangan mantan yang semakin melegendaris di dalam ingatan. Jangan membuat Tuhan sia-sia menciptakanmu di bumi. Ayo gali potensi yang ada di dalam diri. Lakukan hal-hal positif yang kamu sukai dan menginspirasi.

-Hana Larasati

Rabu, 03 Februari 2016

Jangan Bayar Keikhlasanku

"Melihat keikhlasan itu ibarat melihat semut hitam berjalan di batu hitam dalam malam yang gelap."

Malam ini aku kembali mengajar di suatu musolah dekat, rumahku. Setelah beberapa hari istirahat karena tugas kuliah aku baru bisa lagi mengajar. Jika malam jum'at kagiatan kami adalah hafalan juz'ama dan bercerita tentang kisah nabi-nabi.

Selesai mengajar, ibu pemilik pengajian memanggilku. Dia memberi sebuah amplop katanya bayaranku karena aku sudah mengajar di sini. Aku pun menolaknya dengan baik.

Bukan aku naif, aku memang butuh uang tapi tidak semua hal harus di bayar dengan uang. Apa lagi jika itu soal keikhlasan. Aku takut ikhlasku tercemar. Aku takut niatku berubah.

Aku mengajar karena aku sangat suka anak-anak. Niat awalku mengajar karena Allah dan semoga Allah tidak membolak balikan hati ku untuk sesuatu yang lain.

Aku tidak tau apa ini ikhlas atau ria. Aku hanya berbagi pada kalian. Allah yang Maha Tau segala isi hati hambaNya.

Buatku tidak semua hal dalam hidup harus di bayar dengan uang. Tidak munafik, uang memang sentra utama untuk mendapatkan kesejahteraan. Tapi tidak berarti segala hal harus melulu soal uang. Aku takut jika diriku terbiasa soal uang, hati nuraniku akan mati. Aku akan selalu berharap apa yang ku kerjakan akan mendapat imbalan. Jika begitu lalu bagaimana dengan prinsip Lillah (karena Allah) ku?

Aku ibadah untuk Allah, aku hidup untuk Allah, aku mati untuk Allah. Aku tidak tau apa ini ikhlas, karena sulit untuk mendeskripsikan ikhlas itu sendiri. Dalam surah Al-ikhlas pun tak di sebut kata ikhlas di dalamnya. Aku hanya berusaha untuk mendapat ridho-Nya dan cinta-Nya.

Bayaranku cukup dengan melihat murid-muridku memasang wajah berseri ketika menyambutku masuk majelis. Tawa mereka adalah bayarannya. Menurutku bukan kita harus di bahagiakan orang lain untuk mendapatkan kebagian. Tapi bahagiakan orang lain maka kita akan mendapatkan kebahagiaan.

-Hana Larasati