Sabtu, 06 Februari 2016

Dilema Penulis.

"Sial! aku tidak bisa menemukan inspirasi." Umpatku, sambil menghapus ulang tulisan yang sudah aku rangkai rapi.

Aku tidak akan setegang ini bila hari ini bukan deadline tulisanku. Aku masih belum bisa menemukan sesuatu yang mengesankan untuk di tulis.

Aku bingung harus menulis apa. Merangkai kata sama sulitnya seperti merangkai bunga. Harus pandai memilih setiap bagian yang baik untuk menciptakan karangan yang cantik.

Ide ku mentok. Aku belum menemukan sesuatu untuk sekedar di buat kalimat pembuka. Semua angan hanya datang sekejap lalu hilang tiba-tiba.

Aku berjalan mengitari taman menteng. Berharap mendapat inspirasi dari situ. Tapi yang aku dapat hanya terik sinar matahari, karena aku berjalan-jalan tepat pukul 01:30 siang ini.

"Ahhh... aku harus bagaimana." Teriaku dalam hati. Aku harus menulis apa? Ini lebih sulit dari soal algoritma genetika.

Aku masih duduk dengan laptop yang mengaga. Tepat di depanku ada seorang kakek tua penjual minuman dingin. Pikiranku berkata tulis saja dia. Tulis tentang kehidupannya. Ide-ide itu pun mulai muncul. Sebaris ide brilian mulai memenuhi otak ku yang beku. Tapi sekali lagi aku bingung untuk mengeksekusi ide ke dalam tulisan. Ide brilian dan ekspektasi yang mengagumkan akan sia-sia jika gagal dalam eksekusi.

Andaikan mencari inspirasi segampang mengingatmu. Tidak perlu repot-repot bagaimana mengawalinya. Ketika ada sesuatu sekecil apa pun yang menyangkut kamu, kenangan manis itu seketika muncul secepat cahaya dan senyumku pun merekah mengikutinya.

Tidak munafik. Kamu masih menjadi rasa tak mampu di ungkapkan dengan aksara. Yang membuat rindu datang dan mengoyak dengan semena-mena.

Mengingatmu lebih gampang dari mengedipkan kelopak mata. Tawamu, lelahmu, kesalmu, amarahmu, candamu terangkum indah dalam kalbu.

Kata orang aku terlalu diam. Walaupun perempuan kodradnya menunggu jodoh harus di jemput. Kata mereka aku tidak boleh terus diam saja seperti ini. Aku harus berjuang.

Dasar sok tau. Diamku adalah perjuanganku. Karena aku memperjuangkannya lewat Tuhan dan Al-qur'an. Percuma berusaha sekuat tenaga kalau Tuhan tak bersedia. Yang aku lakukan adalah merayu dan terus merayu Tuhan. Di depan kalian mungkin aku diam. Di depannya pun aku tak menunjukan. Tapi dalam sujud panjang aku merengek dan meminta-minta pada Tuhan.

Kadang perjuangan tidak selalu harus di proklamirkan. Ada kalanya rasa itu harus di hijab.

Sekarang aku tau apa yang harus aku tulis. Hanya sebaris kalimat yang sangat biasa saja. aku pun langsung menge-post tulisan itu dalam blog pribadiku:

"Ada seseorang yang sedang aku perjuangkan dalam diam dan Al-qur'an. Maukah kamu menjadi orang itu?"

Kadang, tulisan yang baik tidak selalu harus memikat dan mempesona dalam kata. Cukup dengan bisa mengungkapkan isi hati ke dalam tulisan membuatnya terlihat sempurna.

-Hana Larasati.

1 komentar:

  1. artikel nya sangat inspiratif, bisa memotivasi juga,, salam kenal mbak hana,

    BalasHapus