Rabu, 03 Februari 2016

Jangan Bayar Keikhlasanku

"Melihat keikhlasan itu ibarat melihat semut hitam berjalan di batu hitam dalam malam yang gelap."

Malam ini aku kembali mengajar di suatu musolah dekat, rumahku. Setelah beberapa hari istirahat karena tugas kuliah aku baru bisa lagi mengajar. Jika malam jum'at kagiatan kami adalah hafalan juz'ama dan bercerita tentang kisah nabi-nabi.

Selesai mengajar, ibu pemilik pengajian memanggilku. Dia memberi sebuah amplop katanya bayaranku karena aku sudah mengajar di sini. Aku pun menolaknya dengan baik.

Bukan aku naif, aku memang butuh uang tapi tidak semua hal harus di bayar dengan uang. Apa lagi jika itu soal keikhlasan. Aku takut ikhlasku tercemar. Aku takut niatku berubah.

Aku mengajar karena aku sangat suka anak-anak. Niat awalku mengajar karena Allah dan semoga Allah tidak membolak balikan hati ku untuk sesuatu yang lain.

Aku tidak tau apa ini ikhlas atau ria. Aku hanya berbagi pada kalian. Allah yang Maha Tau segala isi hati hambaNya.

Buatku tidak semua hal dalam hidup harus di bayar dengan uang. Tidak munafik, uang memang sentra utama untuk mendapatkan kesejahteraan. Tapi tidak berarti segala hal harus melulu soal uang. Aku takut jika diriku terbiasa soal uang, hati nuraniku akan mati. Aku akan selalu berharap apa yang ku kerjakan akan mendapat imbalan. Jika begitu lalu bagaimana dengan prinsip Lillah (karena Allah) ku?

Aku ibadah untuk Allah, aku hidup untuk Allah, aku mati untuk Allah. Aku tidak tau apa ini ikhlas, karena sulit untuk mendeskripsikan ikhlas itu sendiri. Dalam surah Al-ikhlas pun tak di sebut kata ikhlas di dalamnya. Aku hanya berusaha untuk mendapat ridho-Nya dan cinta-Nya.

Bayaranku cukup dengan melihat murid-muridku memasang wajah berseri ketika menyambutku masuk majelis. Tawa mereka adalah bayarannya. Menurutku bukan kita harus di bahagiakan orang lain untuk mendapatkan kebagian. Tapi bahagiakan orang lain maka kita akan mendapatkan kebahagiaan.

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar