Minggu, 31 Juli 2016

Pembuat Senyum

Kau tau, malam ini aku sedang tersenyum menatap langit-langit kamar. Untuk pertama kalinnya tulisanku bukan tentang penghiatan, rasa sakit, dan kekecewaan yang aku lampiaskan.

Kau tau alasannya bukan. Aku tidak pandai berbagi. Walaupun hanya sebuah keresahan. Aku belajar darimu. Aku tidak bisa memaksakan orang lain untuk mengerti aku. Karena kau bilang itu mustahil. Hanya aku yang bisa mengerti diriku sendiri.

Ampunnn. Kenapa aku jadi bercerita tentang aku. Malam ini kan sudah aku niatkan untuk menulis tentang mu. Tentang segala pandanganku tentangmu.

Pagi itu, di tengah jalan yang masih berkabut kau menghampiriku dengan sepeda motormu. Itu pertama kalinnya aku bertemu denganmu dan kau tidak bertanya namaku melainkan kau bertanya apakah aku ingin kau ramal.

Dalam pikiranku, orang gila macam apa kau yang berani-beranya membuat lelucon tidak lucu sepagi ini. Tapi manusia tidak pernah tau jalan takdirnya. Yap, akhirnya hatiku malah jatuh padamu. Anak tongkrongan yang sebelumnnya pernah aku cela sikapnnya.

Kau ingat waktu kau menghampiri temanku di kantin siang itu dan berbisik padanya bahwa kau mencintaiku, tapi kau malu untuk bilang kepadaku jadi kau bilang kepadannya yang jaraknya hanya 1 meter dariku. Tak usah kalian tanya. Aku dengar dan mukaku bersemu merah jambu.

Kau itu orang yang selalu aku ingat saat aku takut. Dari kata-katamu waktu itu "Jangan bilang kalau ada yang membuatmu sedih. Karena nanti besok orang itu akan hilang." Setiap aku ingat kata-kata itu aku merasa lebih berani karena aku punya kau.

Atau ingatkah waktu aku sakit dan tiba-tiba kau menelpon, aku pikir kau akan datang karena banyak orang yang datang menjengukku tapi yang kau lakukan adalah mengirim tukang pijet langanan ibumu ke rumahku.

Kita tertawa hari itu. Kau itu lucu dan romantisnya sederhana tapi cukup untuk membuat bahagia.

Ingatkah saat kau mengirim kado TTS ke rumahku? Kau bilang itu hadia ulang tahunku. Sengaja sudah kau isi karena kau tak ingin membuatku pusing.

Anak tongkrongan yang dulu aku cela sikapnya. Perokok, narkoba, minum-minuman keras, kriminal semua tersusun rapi dalam sudut mataku sebelum aku mengenalmu.

Kau berbeda, tampangmu memang jauh dari tampang anak baik-baik tapi tampang kan tidak mempengaruhi sikap seseorang. Kau bukan peminum, pemakai, pelaku kriminal dan sebagai hal yang aku tau.

Aku tidak akan pernah bisa lupa saat aku bertengkar dengan seseorang dan tiba-tiba dia menampar mukaku. Kau berkelahi dengannya. Hingga... aku malas menceritakannya. Kau pun di panggil ke ruang guru. Kau berteriak dengan lantang
"Kepala sekolah saja jika menamparnya, akan aku bakar sekolahan. Apa lagi dia." Sambil menunjuknya.

Aku menceritan sosok seseorang yang aku cintai tanpa kenapa. Aku suka keseserhanaannya. Yang kebaikannya itu tak pernah terdengar ditelinga tapi bisa di rasakan dari perilakunya dan keburukannya hanya sebatas omongan orang saja.

Ini bukan karena aku suka dia. Bukan, aku berusaha seobjektif mungkin menulis ini. Walaupun aku tau kalian tidak akan setuju dengan pendapatku.

Aku hanyang ingin bilang. Malam ini, jam 20:10 aku sudah mencintaimu. Terlepas dari apa yang orang katakan tentangmu. Aku perempuan penyuka fakta buka perempuan penyuka katanya.

Terima kasih sudah membuatku bahagia.

-Hana Larasati

Ins : Dilan 1990

Tidak ada komentar:

Posting Komentar