Sabtu, 12 November 2016

Antalogi

Aku hanya bisa terpaku memandangmu di balik pintu. Dua tahun, iya selama hampir dua tahun aku melakukan itu.

Kau bangkit dan berjalan keluar. Aku, si penakut hanya bisa bersembunyi di balik pilar. Menutupi raut wajahku yang pucat karena terlalu gugup.

Kakiku kebas karena terlalu lama berdiri. Tujuanku tak begitu rumit. Hanya memanggilmu dan berbicara padamu. Tapi rasanya seperti di suruh memecahkah teori relativitas einstein.

"Kamu cuma perlu memanggil namanya Hana." Bantinku.

Dia berlalu di depanku. Aku masih saja menjadi patung batu. Lidahku dibuat kelu dan mendadak bisu.

"Masih di sini?" Kata temanku mengagetkan.

Aku hanya menganguk.

"Belum bilang?"

Kemudian aku hanya menggeleng.

Dia menatapku putus asa. Dia pun menarik lenganku. Tapi aku buru-buru menepisnya dan menggeleng.

"Mungkin bukan sekarang. Udahlah." Kataku.

"Bener? Yakin gak mau ngomong?"

Aku hanya menganguk dan tersenyum ke arahnya.

"Oke. " Katanya kemudian masuk kedalam kelas.

Tapi kakiku masih saja terpaku. Dalam batinku berkata

"Pertanyaannya simple : Kamu bisa gak datang ke launching buku antalogi-ku, yang in shaa Allah kalau jadi di istiqlal. "

Tapi seolah kata-kata itu lebih berat dari massa bumi. Dan aku hanya bisa tersenyum menatap punggungnya yang pergi.

"Belum jodoh." Kataku pelan dan kemudian aku pun masuk ke dalam kelas.

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar