Rabu, 16 November 2016

Gadis di Ruang Tunggu

Dalam kantuk yang kutahan, ada pesan yang sedang ku tunggu.

Pesan singkat yang jadi penyebab senyumku merekah diam-diam di tengah malam.

Entah bagaimana cerita ini bisa ada. Sampai tulisan ini di buat aku tidak punya hipotesa yang jelas untuk memulai analisanya.

Yang aku tau malam ini, ada yang berusaha aku tekan agar tidak tumpah. Sesuatu yang aku takut untuk percaya. Harapan.

Di tengah ke ingin tahuan ku yang meninggi bila tiba dini hari. Tak sengaja aku membaca sebuah tulisan yang entah siapa pengarang pertamanya.

"Jangan sengaja pergi agar di cari. Jangan sengaja lari agar di kejar. Berjuang tak sebercanda itu. "

"Bagaimana jika yang pergi itu memang benar-benar ingin pergi. Bukan sekedar agar di cari?

Bagaimana jika yang lari itu memang benar-benar ingin lari. Meninggalkan yang menunggu jauh di belakang?

Lalu, aku yang posisinya sebagai gadis di ruang tunggu harus bagaimana?

Menurutmu menunggu apa sebercanda itu?" Pikirku tengah malam.

Lalu aku merevisi pikiranku yang melesat beberapa detik yang lalu.

"Kenapa sekarang aku jadi terdengar seperti gadis penuntut?

Bukannya sering aku bilang cinta itu reaksi, bukan ekspektasi.

Mungkin benar kata Prof. Albus Dumbledor ; bahwa yang terbaik dari kita pun bisa menarik kata-katanya."

Ah, kenapa jadi begini. Kenapa di kepalaku jadi penuh dengan orang itu. Kenapa intonasi di batinku sekarang, jadi terdengar mengekang. Aku siapa? Bukan hak ku atas itu.

Silahkan pergi jika ingin pergi. Silahkan lari jika mau lari. Kau punya kebebasan penuh atas dirimu.

Aku pun begitu. Akan menunggu semampuku. Semampu hati bisa bertahan dalam rindu. Tapi jika kau sudah kembali dari berpergian mu dan tak ada aku di ruang tunggu, jangan salahkan aku.

Karena kau tau, aku pun punya hak penuh untuk menentukan waktuku. Seberapa lama atau seberapa sebentar aku harus menunggu di ruang tunggu.

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar