Senin, 08 Desember 2014

Mimpi itu tampak cerlang. Mengais senyum pada bening embun pagi. Ia taksabar ingin segera memberi kabar pada matahari yang melahirkan jingga di pagi dan senjanya.

Bayang itu, kian lekat meski masih terasa gelap. Hanya meraba dan menguliti memori tentang lintasan di simpang jalan. Tak sabar ingin melihat kerlip gemintang di sela ceria tawa.

Sederet aksara yang memeluk hari mungkin adalah penanda, bahwa takada yang tersia dari jeda yang dihadiahkan. Tak perlu meratap pada bintang selatan yang berjatuhan. Sebab kening yang tak berjarak dengan hangatnya sajadah adalah awal dari cerita indah dalam tiap langkah.

Bahwa doa yang dirapal saat hujan mulai membasahi tanah pasti berakhir dengan pengabulan.

Percayalah. :’)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar