Jumat, 25 Desember 2015

Sebelum Akhirnya Melupakan.

Gemericik hujan dan pekatnya maalam jadi saksinya. Ketika semua rasa didada harus segera di sekat. Memang aku bukan Maryam yang suci dan terjaga. Hatiku sering berkelana, hinggap dari satu tempat ke tempat lain tapi kali ini aku ingin semuanya berubah. Aku lahir dalam keadaan suci, mati pun aku juga harus dalam keadaan yang sama.

Mungkin semuanya berpikir "Kalian kan gak ngapa-ngapain cuma deket aja, jarak kalian pun jauh ketemu juga enggak. Gapapa kali saling berhubungan lewat chat."

Awalnya aku pun berpikir seperti itu, kita memang tidak saling menatap, tidak saling bersentuhan, tidak saling bertemu dan bergandengan tangan. Dari segi fisik kita menjaga, tapi dari hati apakah kita menjaga? Bukankah hati itu salah satu sumber fitnah paling besar?

Aku masih merenung menatap hujan, lewat jendela yang sekarang mulai mengembun. Menurutku ini salah. Di depannya aku menundukan pandangan, tapi dalam media sosial aku liar mengumbar izzah dan iffahku yang harusnya aku jaga sekuat hatiku.

Bukankah aku ingin menjadi seperti idolaku Maryam binti Imron. Wanita suci yang menjaga harga dirinya. Kalau aku seperti ini terus bagaimana aku bisa menjadi seperti Maryam?

Demi Allah ini berat, melepaskan hubungan dari orang yang di sayang. Ku bolak balikan Al-qur'an hijauku. Perasaan bimbang lama sekali mengelayuti batinku. Akhirnya ku buka secara acak Al-qur'an kesayanganku itu, mungkin ini yang namanya cara indah Allah mengingatkanku. Halaman yang ku buka surah An-Nur di ayat ke 31 " Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya."

Aku semakin mantap dengan pilihanku walau pun kini mataku mulai nanar, ketika ku baca lagi pesan singkat yang dia kirim tiga hari yang lalu.

"Kenapa kamu jadi begini?"

"Saya ingin melupakan. Walaupun saya tau lupa itu wajar, melupakan itu jahat. Tapi jika ingat Allah saya ingin melupakan."

"Kenapa kamu hapus semua pertemanan kita? "

"Karena saya ingin menjadi perempuan yang ada dalam doamu, mas. Perempuan solehah. Meskipun itu tidak akan pernah mungkin."

"Semakin jauh ya jarak kita."

"Iya jauh dalam skala peta, tapi In shaa Allah dekat dalam skala doa."

"Saya minder, mba."

"Saya lebih minder sama prestasinya mas, piala, piagam dan titel. Mengagumkan."

"Masih bisakah kita melengkapi, saya dunianya mba akhiratnya."

"Saya mau kita sama-sama di dunia dan akhirat mas. Ilmu dan iman bukannya saling berkaitan?"

"Tunggu saya di masa depan ya mba."

"Maaf mas, saya gak bisa berjanji. Karena hari esok belum tentu jadi milik saya umur kan gak ada yang tau mas, begitu pun jodoh dan rezeki."

"In shaa Allah saya datang kembali ketika saya sudah pantas."

"Yang baik untuk yang baik mas. Sama sama mendoakan saja."

"Aamiin, mba."

Percakapan kita pun di tutup oleh Aamiin. Semoga Aamiin mu dan Aamiin ku bersatu di arsy. Bukan kah doa yang gotong royong lebih cepat di kabulkan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar