Kamis, 30 Juni 2016

Cemburu

Seperti biasa kita bertemu di penghujung senja. Kau masih sama. Manis dan menenangkan.

Aku tersenyum menatapmu di bangku taman. Kau masih mengengam Al-Qur'an coklat pemberianku.

Terbesit rasa bersalah ketika mengingat kejadian semalam. Ketika laki-laki itu mengaku mencintaiku lagi. Entah bagaimana hancurnya hatimu jika tau kenyataan itu.

"Ada apa?" Katanya menatapku.

"Enggak ada apa-apa." Kataku sambil tersenyum padanya.

"Kamu enggak bakat bohong Noy." Katanya sambil melemparku dengan kertas.

"Beneran gapapa." Kataku meyakinkan, meskipun wajahku sangat tidak meyakinkan.

"Biar aku coba tebak."

"Apa deh kumis."

"Emmm.... mantan bilang suka lagi ya sama kamu." Katanya memvonis. Seketika aku pun langsung terbatuk.

"Tuh pasti bener." Lanjutnya lagi.

"Iya. Kamu marah ya? Maafin aku. Aku bener-bener minta maaf. Aku juga enggak tau, tau-tau dia bilang suka sama aku." Kataku panik. Aku benar-benar takut melukai hatinya.

"Oh begitu ya?" Katanya datar.

"Kamu marah ya sama aku?"

"Marah gak ya?" Katanya semakin membuatku bingung bagaimana menerjemahkan perasaannya.

"Kumis aku serius ih." Kataku semakin panik.

"Enggak Na, cuma heart attack aja. " Katanya mengedip genit ke arahku sambil memegang dadanya.

"Kumis ih!" Kataku sambil memukulnya dengan buku skripsi.

"Gak sekalian kamu pukul pake tiang lampu?" Katanya sambil mengelus tangannya.

"Maaf."

"Kamu mah minta maaf mulu kaya pak Ogah."

"Pak ogah mah minta duit kumis, bukan minta maaf."

Dia hanya tertawa kemudian memasukan al-qur'an nya ke dalam tas. Sekarang fokusnya ke arahku.

"Emang dia bilangnya gimana?"

Lalu aku pun menceritakan semua padanya. Dari bagaimana kita bertemu, hingga pertengkaran yang tak bisa di elakan. Kurang lebih memakan waktu selama hampir 10 menit.

"Jadi gitu.." kataku menutup cerita.

"Aku mau nanya dong."

"Boleh."

"Soal pelampiasan itu... apa bener?"

Aku hanya diam dan tak berani menatapnya. Sampai saat ini aku pun bingung bagaimana perasaanku pada Fahri.
"Yaudah kalau gak bisa jawab." Katanya tenang.

"Enggak kok." Kataku.

"Jangan bohong." Katanya

"Beneran sih."

"Aku emang gak sama kaya dia, sedikit pun enggak. Kita punya karekter masing-masing. Punya pemikiran yang beda dan cara pandang yang beda." Katanya

"Setiap dari kita punya kelebihan dan kekurangan masing-masing." Lanjutnya.

"Iya." Kataku singkat.

"Aku juga gak bisa kaya dia. Kamu juga tau keterbatasan aku..."

"Tapi aku tau lebih banyak kelebihan kamu." Potongku.

"Udah deh, gak usah dengerin atau kebawa hawa-hawa masa lalu. Sejauh ini toh kamu bisa jaga kepercayaan aku" Kataku simpel.

"Iya Noy."

"Nah gitu dong. Eh kumis aku mau nanya dong." Kataku

"Naon sih nanya mulu. Bayar!" Katanya memasang muka menyebalkan.

"Dasar mata recehan!"

"Dari pada mata keranjang. Pilih mana?" Katanya.

"Serius ih aku mau nanya."

"Yaudah sok nanya aja. Segala minta izin."

"Kumis, kamu produk gagal ya?" Kataku yang seketika membuat raut wajahnya berubah datar.

"Apa?"

"Iya, coba balik deh balik. " kataku sambil menyuruhnya memutar badanya.

"Apa sih Noy." Katanya bingung tapi tetap menurut.

"Tuh kan bener." Kataku dengan ekspresi seperti menemukan sesuatu.

"Apaan?" Katanya yang semakin bingung dan mencoba melihat punggungnya.

"Masa malaikat gak ada sayapnya. Produk gagal berarti kamu." Kataku sambil tersenyum ke arahnnya.

Dia pun tersipu dan tersenyum menatapku. Sambil berkata

"Sa ae tukang kolak." Katanya

Kita bukan pasangan. Kita hanya dua orang yang di pertemukan di jalan. Yang kebetulan tak hanya ilmu kita yang sejalan tapi hati kita juga.

Penilaianku masih sama tentangmu. Kaku, polos, dan gila jika sudah kenal lebih jauh. Kita bukan anak einstein yang hatam rumus fisika, atau anak borju yang hidupnya jalan-jalan keliling dunia. Kita cuma teman perjalanan. Dan teman hidup kalau beruntung. 😆

Np : CERITA HANYA FIKTIF JIKA ADA KESAMAAN KEJADIAN ATAU NAMA. JANGAN BAPER!

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar