Sabtu, 28 Mei 2016

Anna, Apa Kita Bersaudara?

Jangan Takut, Anna.

"Ketika takut menyergap hatimu ingat Allah selalu bersamamu." - Muhammad Fahmi Gifahri

Dia masih saja menatap keluar jendela. Mengamati setiap langkah anak muridnya. Aku tidak tau apa yang ada di pikirannya. Yang aku tau dia hanya gadis muda yang peduli dengan sekitarnya.

Angin siang membelai wajah ayunya dengan lembut. Sedikit penyejuk hati yang kering, akibat kenyataan yang dia terima hari ini.

Memang tidak semua yang kita harapkan sesuai dengan kenyataan. Tapi setiap harapan bisa jadi kenyataan jika kita mau berjuang dan mengusahakannya.

"Ri, apa mungkin kita bisa?" Sekarang dia mulai bicara padaku. Tanpa melihat ke arahku dia terus saja memandang anak-anak itu.

"Kamu yakin bisa gak? Kalau kamu sendiri aja gak yakin, gimana mereka mau yakin sama kamu?" Kataku yang sekarang mulai mendekat ke arahnya.

"Sekejam itukah? hingga bermimpi saja mereka takut."

"Mereka bukan takut, hanya realistis."

"Tapi Ri..."

"Kita gak bisa memaksakan kehendak kita, An. Kita di sini hanya pengajar. Tugas kita hanya menunjukan jalan ke mereka, bukan memaksakan kehendak. Kita yang akan membantu membuka mata mereka tentang luasnya dunia. Dan mengenalkan bahwa dunia tidak hanya seluas kampung mereka." Kata ku yang sekarang mulai menatap mata teduhnya.

Sekarang dia diam. Aku tau kau wanita yang penuh dengan semangat yang mengebu-gebu An, tapi  tidak semua hal bisa mengikuti kemauanmu.

"Kamu benar Ri. Semua butuh proses." Sekarang dia mulai membalikan badannya dan menatapku.

"Aku hanya takut.. Aku takut tidak bisa menjadi guru yang baik untuk mereka. Aku ingin mereka lebih baik dari generasi sebelumnya. Tapi aku takut aku tidak mampu untuk itu." Katanya yang sekarang menundukan wajahnya.

Kau selalu begitu, An. Menghakimi dirimu dengan sesukamu. Menjadikan seolah semua masalah adalah salahmu.

"Jangan takut, kamu tidak sendiri di sini. Ada aku, Rifian, dan Bella. Kita sama-sama berjuang di sini." Kata ku

"Benar Ri, aku tidak sendiri hanya..." Sebelum dia menyelesaikan ucapannya. Aku langsung buru-buru memotongnya.

"Aku tau su'udzon itu perlu untuk antisipasi. Tapi setia hal yang kita lakukan tidak akan pernah mulus. Pasti akan ada kendala. Jadi jangan pernah takut pada bayanganmu An. Masalah itu di hadapi bukan di takuti."

"Fahri.. aku entahlah harus bilang apa. Tapi.. terima kasih." Sekarang matanya mulai menatap mataku. -Allah binar itu, begitu indah ditambah lengkung senyum dari mulutnya. Allah aku berlindung padaMu.

Dia masih menatapku dengan senyum. Mungkin itu senyum termanis yang pernah aku lihat. Memang dia tak secantik Bella atau gadis kota yang lainnya.

Mukanya selalu polos tanpa make up. Pakaiannya pun sederhana dan apa adanya. Dia juga gadis yang beda dari gadis lainnya. Tergolong aneh dan semaunya. Tapi itu yang membuatku jatuh cinta.

Sebelum ketahuan bahwa muka ku pun bersemu merah jambu, maka aku langsung buru-buru pergi sambil berkata

"Ketika takut menyergap hatimu ingat Allah selalu bersamamu. Jangan takut, Anna."

Dan aku pun berjalan pergi meninggalkanya sendiri di dalam kelas. Karena saat ini jantungku benar-benar tak jelas bagaimana iramanya. Gadis keras kepala dan kekanak-kanakan itu. Bagaimana bisa dia menempati seluruh ruang di hatiku?

Biarlah semuanya aku yang pendam, bersama perjuangan kita membangun pendidikan di desa kecil ini. Aku hanya bisa berusaha menjagamu, dan mencoba meminimalisir ketakutan-ketakutanmu. Jangan takut Anna, Allah selalu bersamamu dan bersamaku.

To be continue

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar