Sabtu, 28 Mei 2016

Anna, Apa Kita Bersudara?

Jangan Buka Kotak Hitam Itu Lagi!

"Benar kita bersatu untuk ilmu. Jika jalan ini terasa berat, ingat rencana awal." -Bella Adviani

Senja di sini adalah salah satu senja terindah di bumi. Semburat cahaya yang berwarna jingga sangat cantik berpadu dengan kepakan sayap burung camar laut yang berterbangan kesana kemari.

Aku duduk di dermaga tua yang mulai keropos. Menikmati keindahan alam yang sudah tersaji. Dalam hati aku berujar "Fa bi'ayyi ala'i robbikuma tukazziban." Sungguh nikmat Tuhan manakah yang berani aku dustakan.

Dalam dekapan lamunan, tiba-tiba ada yang mengelus lembut pundakku. Aku sempat tersentak. Tapi ternyata itu Bella. Dia pun ikut duduk di sebelahku.

"Hari yang berat ya Han." Katanya

"Lumayan. Apa kamu merasakan itu juga?"

"Iya. Aku pikir mengajar itu semudah yang aku bayangkan, ternyata tidak."

"Aku pun begitu. Tapi Fahri bilang kalau kita sendiri saja tidak yakin, maka bagaimana kita bisa menyakinkan mereka."

"Benar Han."

Lama kita terdiam menatap senja. Tak ada kata yang keluar dari mulut kita. Entah terlalu asik menikmati senja, atau kita terlalu sibuk dengan pikiran kita masing-masing.

Tiba-tiba Bella mulai membuka pembicaraan. Tapi matanya masih menyorot ke depan.

"Han, apa aku boleh bertanya sesuatu?"

"E'hem. Tentu saja." Kataku

"Apa ada orang lain selain dia yang menjadi topik tulisanmu? Atau apa ada orang yang kamu suka?"

"Hahha. Ada. Akhir-akhir ini aku sering menulis tentang orang itu. Perasaan ini sudah lama. Tapi aku baru berani menuliskannya saat ini. Payah ya? Haha." Kataku tersipu.

"Orang itu bukan Riffian Rif'an kan?" Sekarang matanya mulai menatap ke arahku.

"Ada apa?"

"Tidak. Aku hanya bertanya?"

"Kenapa kamu setakut itu?" Sekarang aku mulai membalikan badanku ke arahnya.

"Tidak apa-apa."

"Orang itu bukan dia. Aku sudah sering bilang kepadamu bahwa aku sudah tidak berhubungan lagi dengannya jadi kamu tidak perlu takut." Sekarang aku mulai bangkit dari tempat dudukku dan  berjalan menjauh darinya.

"Okey. " katanya yang samar-samar aku dengar dari jauh.

Aku berjalan dengan cepat menuju rumah tempat kami tinggal. Kerudungku berkibar meninggalkan wanita itu sendiri di dermaga.

Bukan marah, hanya kau tau kan saat sesuatu yang buruk dalam hidupmu berhasil kau tutup tiba-tiba di sangkut pautkan lagi dengan masa depanmu.

Aku hanya tidak mau membahasnya. Semua yang telah berlalu bagiku sudah tak usah lagi di singkap. Kita hidup untuk masa depan bukan untuk masa lalu.

Mungkin dulu kita sempat bersitegang karena sesuatu yang belum kita tau. Tapi itu dulu. Sekarang aku menyayangi Bella sama seperti aku menyayangi sahabat ku yang lain.

Dimataku dia selalu sama, gadis cerdas dan periang. Dia bisa melengkapi kekuranganku dari segi ilmu. Tapi jangan tanyakan masa laluku. Aku cukup sulit untuk bangkit dan menutupnya rapat-rapat.

Aku pun menutup rapat pintu kamar. Tiba-tiba ada yang mengetuknya dengan lembut.

"Han.. boleh aku masuk."

"Iya silahkan."

"Maafkan aku." Katanya sambil menundukan wajahnya.

"Tidak ada yang harus di maafkan. Karena tidak ada yang salah." Kataku mencoba tersenyum ke arahnya.

"Aku hanya..."

"Aku tau kau takut. Karena kau terlalu menyayanginya. Sudahlah." Aku mulai mengelus pundaknya dan dia pun memelukku.

"Masih banyak yang harus kita kerjakan. Anak-anak itu butuh kita untuk mempercayai mimpinya. Tinggal kau yang harus percaya padaku. Apa kau percaya? " kataku.

"Iya."

"Aku dan anak-anak itu butuh ibu guru cerdas sepertimu. "

"Iya tapi aku takut ini akan terlalu berat." Katanya.

"Sudah telat untuk takut. Kita sudah ada di sini. Saatnya kita berjuang."

"Benar kita bersatu untuk ilmu. Jika jalan ini terasa berat, ingat rencana awal." Dan kita pun tertawa bersama.

Itulah sahabat. Bukan berapa lama kau mengenalnya, atau seberapa sering kau bersamanya. Tapi bagaimana kau bisa saling menguatkan satu dengan yang lainnya.

Tak peduli bagaimana kelamnya masa lalu kita atau apa yang terjadi sebelumnya. Sekarang Allah menakdirkan kita bersama dalam satu perahu yang sama. Anak-anak itu butuh kita dan kita pun butuh mereka untuk membangun generasi yang lebih baik.

To be continue

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar