Minggu, 18 September 2016

Empat Mawar

Mungkin paket kiriman pagi ini salah. Atau aku yang bingung dan terperangah.

Pagi ini aku mendapati 4 bunga mawar di depan pintu rumahku.

Mereka tergeletak dengan indah. Putih, merah, pink, dan satu lagi aku lupa.

Aku hanya tersenyum dan sesekali mencium wanginya. Di saat yang bersamaan handphone ku berbunyi.

Kalian pasti tau siapa pelakunya.

"Senang melihatmu bahagia." Ucapnya.

"Senang juga tau kamu baik-baik saja."

"Haha, aku sudah baca tulisanmu. Jangan sedih, Semeru tidak menyiksaku di sini." Katanya

"Iyah." Kataku tersipu.

"Oh iya sudah ku sampaikan salam mu pada Semeru, katanya dia ingin bertemu denganmu." Katanya.

Aku hanya tertawa. Dari sekian banyak hal yang ku ingat. Senyumnya adalah bagian yang paling aku hafal.

Secepat itukah resonasi kenangangan hingga seluruh gambaran wajahnya terlihat jelas di mataku.

Aku pengemarnya. Pengemar seseorang, yang mencintaiku tanpa banyak ucap, namun dengan tindakan yang nyata.

"Eh kamu, KRS-an udah?" Katanya tiba-tiba memecah lamunanku.

"Belom."

"Kalo UTS?"

"Ya belom lah."

"Kalo sarapan udah belom?"

Aku hanya tersipu.

"Gitu ya, kalo lagi bahagia. Di tanya udah sarapan apa belom malah gak jawab." Katanya meledek.

"Iyah." Kataku.

"Senyum gak?"

"Iyah."

"Ucapin selamat pagi dong."

"Pengen banget?"

"Yaudah aku gak mau ngedip sebelum di ucapin selamat pagi.

"Biarin.

"Jadi gak ngucapinnya?" Katanya.

Aku hanya terkikik.

"Kalo enggak aku mau ngedip dulu." Lanjutnya.

Aku hanya tertawa.

"Tega bikin aku gak ngedip-ngedip." Sekarang dia memakai intonasi permohonan.

"Kan udah banyak yang ngucapin. Adik kelas itu~" Ledek ku.

"Mana? Aduh mata ku perih." Katanya sekarang seolah sedang kesakitan.

"Kenapa?"

"Kalo gak di ucapin selamat pagi aku gak mau ngedip."

"Selamat pagi."

"Selamat pagi juga!" Katanya bersemangat.

"Yes hahahha!" Lanjutnya dengan nada kemenangan.

"Minta di ucapin selamat pagi sih maksa. Hih!" Kataku sambil tertawa.

"Biarin. Siapa suruh jadi orang cuek."

"Eh iya. Makasih bunganya." Kataku.

"Bunga?"

"Iya."

"Bunga apa?"

"Jangan pura-pura gak tau."

"Emang gak tau."

"Bunga mawar. Kamu kan yang ngirim?"

"Bukan, kan aku lagi di Malang."

"Lah terus ini dari siapa?"

"Ya enggak tau."

"Gak lucu ah."

"Emang lagi gak ngelucu."

"Terus ini dari siapa?"

"Dari orang yang sayang sama kamu kali. Tapi gak berani bilang."

"Itumah kamu."

"Wah berarti dari aku!" Katanya bersemangat.

"Hih!"

"Suka gak?"

"Gimana cara ngirimnya?"

"Jawab dulu suka gak?"

"Suka."

"Aku?"

"Bukan. Bunganya."

"Gapapa deh. Hari ini bunganya, besok aku ya." Katanya sambil tertawa.

"Makasih ya. Gimana pun cara ngirimnya."

"Sama-sama."

Lalu kami terdiam beberapa saat.

"Kamu kapan pulang?" Kata ku membuka percakapan.

"Lusa, atau minggu mungkin. Masih belum tau."

"Hati-hati."

"Iyah."

"Jangan gatel."

"Yah udah lagi."

"Hih!"

"Di sini banyak nyamuk. Jadi gatel."

"Hahahahah."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar