Kamis, 22 September 2016

Suka, Mie Ayam

Sore ini dia datang dengan motornya ke rumahku. Dengan kaos warna hijau toska dan levis hitam dia muncul dengan senyum kesukaanku.

Jaketnya di sampirkan pada pundaknya. Sedangkan tangannya mencoba melepas helm dari kepalanya. Entah untuk alasan apa dia suka muncul tiba-tiba.

"Assalamualaikum, jangan?"

"Waalaikumusalam." Kataku sambil menyuruhnya duduk.

Dia merebahkan badannya di kursi teras sambil merapikan isi tasnya, yang dengan sengaja aku intip.

"Mau main futsal?"

"Udah pulang."

"Dimana?"

"Bintaro."

"Parung- Bintaro jaraknya gak main-main loh."

"Aku mah udah tau duluan sebelum kamu."

"Lah terus ngapain ke sini?"

"Oh jadi gak boleh?" Katanya sambil bersiap bangkit dari kursinya.

"Kalo baper, kumisnya rontok luuu."

"Hahaha." Dia pun tertawa dan melemparku dengan tisue yang habis dia pakai mengelap keringatnya.

"Air di rumah kering Han?"

"Enggak. Kenapa?"

"Bisa kali minum. Air putih kek. Perjalanan jauh nih."

"Hahaha sebentar."

Aku pun masuk dan mengambilkannya minum.

"Wah airnya berwarna." Katanya seolah seperti manusia yang belum pernah melihat sirup.

"Jangan norak." Kataku.

"Padahal aku mintanya air putih doang loh."

"Gapapa."

"Sekalian mie ayam nya mba." Katanya seperti memesan pada pelayan.

"Heh!"

"Hahahahahaha."

Lalu aku pun duduk di hadapannya.

"Tadi kalah apa menang?"

"Kalah Han."

"Berapa-berapa?"

"4-1"

"Dih, itu mah bukan kalah. Tapi di bantai haha."

"Jahat."

"Haha habis sampai 4-1."

"Tim aku mah kalah gara-gara pemain andalannya gak main."

"Emang siapa pemain andalannya?"

"Si Rio."

"Oh. Kenapa dia gak main?"

"Lagi cedera dia."

"Cedera apa?"

"Pilek."

Aku pun tertawa dan melemparnya dengan tisue.

"Itu mah bukan cedera. Tapi sakit."

"Sama ajalah."

Kemudian kita terdiam beberapa saat.

"Eh jalan yuk." Katanya.

"Kemana?"

"Kemana kek."

"Yaudah tunggu aku ganti baju dulu." Kataku.

Kemudian aku pun bersiap berganti pakaian.

"Udah siap nih ayok." Kataku sambil sedikit merapikan jilbabku dan menenteng helm.

"Oke." Katanya, sambil beranjak dari kursi.

Anehnya dia tidak membawa helm dan tasnya pun di tinggal.

Kita berjalan menuju motornya yang di parkir tepat di depan rumahku. Aku masih belum curiga.

Lalu dia melewati saja motornya dan berjalan lurus. Aku yang sudah menenteng helm pun keheranan.

"Kita gak naik motor?" Kataku yang bodohnya mengikutinya sambil tetap menenteng helm.

"Kan judulnya jalan-jalan. Kalo pake motor bukan jalan-jalan, tapi motor-motoran."

"Kumisssss!!!!!!!!!" Kataku kesal.

"Apaaaaaaa."

"Aku mau pulang ah." Kataku sambil menghentikan langkah seketika.

"Ngapain?"

"Mau naroh helm."

"Biarin aja sih."

"Gak mau ah kaya orang oon ini. Cuma jalan tapi bawa-bawa helm."

"Tenang aja perempuan itu selalu benar. Jadi bebas."

Aku hanya mendengus sebal. Lalu di tengah perjalanan, hal yang aku khawatirkan terjadi.

Saat itu kita melintasi rumah warga yang penghuninya sedang duduk di depan rumahnya. Mereka melihatku dengan tatapan yang aneh.

Dan dia tanpa intruksi langsung berbicara pada para warga itu.

"Misi bu."

"Iya A."

"Itu teh Hana kok bawa-bawa helm." Kata seorang ibu. Dan sebelum aku sempat berbicara dia sudah menyahut lebih dulu

"Iya udah saya bilangin, kita cuma jalan doang. Gak usah bawa helm eh dia ngeyel."

"Iya atuh teh kalo jalan doang mah gak usah pake helm."

"Tuh dengerin." Katanya yang aku tau dia sedang menahan tawa.

Ingin sekali aku menjambaknya saat itu. Namun yang aku lakukan hanya tersenyum memohon maklum atas ketidak warasaanku karena ulahnya.

Kita pun  meberuskan perjalan hingga akhirnya sampai pada tempat mie ayam langanan kita.

"Kamu tau gak kenapa aku suka mie ayam?" Katanya sambil mengaduk mie dalam mangkuknya.

"Kan yang suka mie ayam aku, bukan kamu."

"Itu! aku suka mie ayam karena aku suka kamu."

"Makasih." Kataku dengan mulut penuh dengan mie.

"Kamu suka gak?" Tanyanya.

"Mie ayam?" Kataku sambil mengelap mulut dengan tisue.

"Bukan."

"Terus?"

"Aku."

"Suka." Kataku dengan mulut penuh mie.

Lalu dia pun berteriak pada bapak penjual mie nya.

"Pak Hana suka sama saya pakkkk!!" Katanya.

Seketika aku pun mendongak dan menyuruhnya berhenti.

"Heh...heh.. malu!" Kata ku panik karena seisi warung melihat ke arah kami.

"Duh beneran pake helm nih gua." Kataku merunduk.

"Haha." Dia hanya tertawa.

Lalu sehabis kita makan dengan rusuh. Dia pun bilang ke pada bapak penjual mie-nya saat mau membayar.

"Pak, cantik ya?" Katanya sambil melirik ke arahku.

"Iya A. Cantik."

"Bapak jangan suka." Katanya meledek.

"Enggak A, saya mah udah punya istri." Kata bapaknya polos.

"Cocok gak sama saya?"

"Cocok A. "

"Doa in langeng ya pak."

"Aamiin."

Aku pun langsung menariknya menjauh dan memukulnya lembut dengan helm.

"Aduhh." Katanya.

"Biarin."

"Gapapa lah yang penting kamu suka."

Kami pun menyusuru sore dengan gembira dan sisa-sisa malu pada orang-orang.

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar