Rabu, 07 September 2016

Taman Buah Mangunan.

Di tengah hujan yang menguyur Bogor, rinduku hanyut di dalamnya. Tak berani bicara. Begitulah aku.

Biarkan saja doa yang bermain dan Allah yang menyampaikannya kepadamu.

Di tengah lamunan ku bersama teh manis hangat, handphone ku berdering. Ternyata kau yang akan berbicara di dalamnya. Dengan segulum senyum aku mengangkatnya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumusalam."

"Baru bangun ya?"

"Iyah."

"Kamu kalo baru bangun tidur jangan di biasain ngucek mata."

"Emang kenapa?"

"Nanti pelanginnya rusak."

"Hahahha."

"Aku lagi di Mangunan nih."

"Katanya mau ke Semeru?"

"Mampir dulu ke Jogja."

"Ngapain?"

"Mau ngeliat matahari terbit di taman buah Mangunan."

"Udah liat?"

"Belum."

"Emang jam segini matahari belum waktunya terbit."

"Iyah. Aku pikir yang terpagi itu matahari. Ternyata bukan. Tapi ingatan soal kamu. Orang-orang bilang itu rindu."

Aku hanya tersenyum.

"Makasih." Kataku.

"Senyum gak?"

"Iyah."

"Udah gosok gigi?"

"Udahlah."

"Kok bau belerang ya?"

"Mulut kamu kedeketan sama hidung."

"Hahahhahahaha."

"Ketawa lagi bukannya mikir." Kataku sambil tertawa.

"Aku mau ke daerah Maguoharjo ah."

"Mau ke stadion-nya ya?"

"Mau ketemu mantan kamu."

"Ngapain? Gak usah macem-macem deh kumis."

"Mau kenalan doang."

"Gak usah!"

"Yaudah mau laporan."

"Laporan apa?"

"Mantan-nya dia udah bahagia. Tapi masih galak."

"Apaan sih." Kataku menahan tawa.

"Tuh kan."

"Tau ah."

"Tuh, sebentar lagi keluar taring nih, lima menit lagi keluar bulu di semua badannya, 10 menit kemudian udah ada di atas pohon. Makan pisang." Katanya meledek.

Aku hanya tertawa. Jika saja dia dekat sudah aku jambak rambutnya.

"Eh kamu udah di Mangunan?" Kataku mengganti topik.

"Udah. Tapi gak tau ini di mananya."

"Lah kamu gimana. Tanya ibu-ibu sana."

"Gak ada ibu-ibu, adanya bapak-bapak."

"Yaudah sana tanya. Siapa kek."

"Gak usahlah. Aku pake google maps aja."

"Heh! Terserah."

"Tadi aku solat subuh di alam dong." Pamernya.

"Alam apa? Alam liar apa alam gaib?"

"Alam temenku. Wah parah kamu ngatain dia. Aku bilangin loh. Lam.. Hana ngatain kamu masa!!" Katanya sambil berteriak kepada seseorang.

"Heh, heh.. gak gitu maksudnya. Habis bahasa kamu ambigu." Kataku.

Tapi dia terus saja berteriak meldek ku seakan-akan melapor pada temannya.

"Udah aku bilangin Alam."

"Biarin."

"Alam mau ngomong sama kamu."

Belum sempat temannya berbicara handphonennya buru-buru dia ambil. Karena terdengar suara grasak grusuk.

"Kok gak jadi?" Kataku.

"Janganlah. Nanti dia suka." Katanya

"Biarin aja." Kataku meledek.

"Yaudah." Lalu dia memberikan handphonenya pada temannya.

"Hei, ini Alam ya? Maafin kelakuan Andro ya dia emang begitu. " kataku langsung.

"Iya iya udah maklum." Katanya sambil tertawa.

Kemudian terdengar suara Andro yang berbisik pada temannya. Ceritanya agar aku tidak tau. Tapi, berhubung dia berbisik di kuping temannya yang ada handphonennya, maka suaranya sukses terdengar olehku.

"Itu, yang lagi ngomong namanya Hana. Gua suka sama dia. Tapi malu mau bilangnnya." Katanya berbisik ke temannya.

"Itu udah bilang Ndro." Kata temannya heran.

"Kan bilangnnya ke elu bukan ke dia." Katanya masih memakai intonasi berbisik.

"Lah tapi kan dia denger. " Kata temannya menahan tawa.

"Iya semoga dia suka juga. Doain ya." Katanya kepada temannya.

"Aamiin." Kata temannya.

Aku hanya tertawa. Heran. Itu saja yang ada di pikiranku. Kemudian tanpa menghiraukan Andro, aku bertanya pada temannya.

"Kalian udah di taman buah mangunan?"

"Udah Han, dari jam setengah 6 kurang."

"Hih, si gelo mah. Katanya kalian nyasar."

"Iya tadi sempet nyasar tapi gak jauh."

"Udah terbit mataharinya?"

"Udah, tapi ketutup kabut."

"Si Andro lagi ngapai?"

"Biasa, jeprat jepret pakai kamerannya."

"Oh, titip Andro ya. Jangan sampai hilang. Udah langka yang kaya begitu." Kataku terkekeh.

"Iya iya." Kata temanya ikut tertawa.

Tak lama, suara orang yang di dalam telephone berganti.

"Hallo." Katanya dengan nanda sopran.

"Ah, kok kamu." Kataku kepada Andro.

"Bosen?"

"Iya ih."

"Yaudah." Katanya datar.

"Jangan ngambek. Nanti pelangi dimatamu rusak."

"Gak ada pelangi. Adanya belek." Katanya.
"Hahahhaha. Yaudah jaga diri baik-baik."

"Iyah. Kamu juga. Sebentar lagi aku mau memdaki. Gak ada sinyal."

"Terus?"

"Gak bisa ngucapin selamat tidur. Tapi percaya aja, aku selalu bilang selamat tidur dari jauh. Kamu gak akan denger."

"Iya iya inget. Bye. Assalamualaikum."

"Waalaikumusalam."

Jangan iri ya. Kebahagian itu bisa kamu dapat kalau kamu mau menerima. Kaya kita.

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar