Minggu, 28 Agustus 2016

Kado Ulang Tahun.

Aku seperti di seret waktu menuju alam yang berbeda. Untuk pertama kalinya aku keluar dari zonaku.

Tak ada gedung, tak ada asap, tak ada mobil, tak banyak peradaban. Hanya ada pohon, hutan, air, dan kamu.

Takjub. Satu kata yang mewakilkan semuanya. Saat lidah tak bisa mengartikan rasa.

Ternyata ini kejutanmu sebelum meninggalkanku pergi bersama kawananmu. Kau selalu ingat setiap kata dan harapan yang dengan tidak sengaja aku ucapkan.

Seperti saat aku berkhayal.

"Ada gak ya, naik gunung tapi gak pakai mendaki."

"Kamu naik elang aja Han. Hahah."

Atau yang ini, ketika dia memasang foto di puncak merbabu tahun lalu.

"Aku mau kesituuuuuu."

"Emang boleh naik-naik ke puncak gunung tinggi-tinggi sekali?"

"Boleh. Kalo aku kuat!"

"Kalo gak kuat?"

"Naik gojek."

"Weh, gak ada woyy!"

"Yaudah naik kamu."

"Tak gendong kemana-mana~" katanya sambil bernyanyi.

11:58

Di bawah atap teduh langit Bogor. Kita pergi tanpa rencana. Dia membawaku ke jalan arah Bogor kota.

"Kita mau kemana sih?"

"Kan katanya mau ke Nurul."

"Tapi kok lewat Bogor?"

"Gapapa biar jauh."

"Kurang kerjaan."

"Dari pada kurang waras hahaha." Katanya.

Aku juga tertawa.

"Nanti kalau Nurul nanya, bilang kita habis dari Mesir." Lanjutnya

"Biar apa bilang gitu?"

"Biar gak percaya hahaha."

Aku pun tertawa lagi.

Jalan yang kami lalui semakin lama semakin asing. Gunung salak seakan dekat dengan jangkauan. Banyak sawah dan perkebunan di samping kanan kiri.

"Kita mau kemana sih?"

"Ke Nurul."

"Bukan ini jalannya. Kamu mau nyulik aku ya?"

"Hih ngapain. Kamu makannya banyak."

"Enak aja. Enggak tau!"

Setelah satu setengah jam lebih. Akhirnya aku tau kita kemana. Kita ke taman nasional halimun salak.

Suasana sejuk khas pengunungan menyambut paru-paruku. Pohon-pohon yang tinggi dan beberapa jenis pakis pakisan menambah eksotis gunung ini.

"Kamu kok tau........"

"Aku juga tau kok tanggal lahir kamu." Katanya memotong kalimatku.

Kemudian dia memberhentikan motornya di area hutan pinus. Aku pun masuk ke area hutan dan langsung mengisi paru-paruku dengan oksigen sebanyak-banyaknya.

Ketika aku sedang asik mengagumi ciptaan Tuhan. Dia berjalan mendekat ke arahku.  

" Selamat ulang tahun." Katanya.

"Udah lewat!"

"Bulannya kan belum."

Aku hanya tertawa.

"Ini kado buat kamu. Sengaja bukan barang. Kamu kan orangnya gak mau di kasih apa-apa."

Aku hanya tertawa.

"Kita ke gunung, versi kamu. Tanpa capek dan tanpa dingin banget. Jadi kamu aman, gak akan sakit dan alergi."

"Makasih." Ucapku terpana olehnya dan ciptaan Tuhan yang Maha Agung.

"Aku sekarang jadi tourguide kamu!" Katanya.

"Siap pak!"

"Kita ke curug mau? Harus mau! Kalo enggak pulang jalan kaki."

"Apa-apaan ini ngasih pilihan tapi tidak memperbolehkan memilih?!" Kataku sambil tertawa.

Kita pun kembali melanjutkan perjalanan. Di atas motor dia berbicara bagai tourguide profesional.

"Ini namanya pohon." Katanya.

"Ohh." Kataku seperti manusia yang belum pernah melihat pohon.

"Kalau yang ada airnya itu namanya sungai."

"Bukan got ya pak?"

"Bukan. Got yang airnya hitam. Kalau yang airnya jernih namanya sungai. Kalau yang cantik namanya Hana."

Aku hanya tertawa. Setelah menempuh perjalanan yang mengasikan kita pun sampai pada tujuan.

Di sini terdapat banyak air terjun. Tapi kita pilih yang paling tinggi. Curug kondang atau orang-orang menyebutnya curug ngumpet 2.

Terdapat sungai yang cukup lebar di sepanjang jalan menuju curug. Dihiasi dengan batu-batu kali dan di apit oleh tebing batu yang berselubung pohon.

"Kita naik-naik ke puncak curug pakai tangga. Tenang gak tinggi-tinggi sekali kok." Katanya.

"Siap. Segini mah aku kuat!"

Kita pun berjalan menelusuri tangga. Lumayan untuk olahraga kaki. Akhirnya sampailah kita di air terjun.

Airnya dingin bagai es. Aku pun langsung mengulung celana ku dan bermain di pinggirannya.

Bagai anak kecil yang menemukan hal baru, aku riang bukan kepalang.

Dia duduk menatapku dari batu. Sesekali menjepretku dengan kameranya saat aku bermain cipratan air dengan anak kecil.

Dia tersenyum dan berkata.

"Alhamdulillah."

Aku pun tersenyum juga kemudian mencipratkan air ke arahnya. Dia pun turun dan bergabung dengan kita.

Bahagia itu bukan seberapa mewah tempatnya. Tapi seberapa besar kamu bersyukur.

Setelah puas bermain air dia mengajakku minum teh di sebuah warung di pinggir tebing yang viewnya menjorok ke arah kota Bogor.

"Makasih ya." Kataku.

"Makasih juga."

"Emang aku ngasih apa?"

"Ngasih kebahagiaan. Akhirnya kita bisa naik gunung bareng."

"Tapi masa gak mendaki. Malah naik motor."

"Yang penting kan naik gunung."

"Kamu seneng gak?" Lanjutnya

"Bangettt."

"In shaa Allah nanti kita naik gunung yang beneran."

Aku terdiam.

"Gak ada yang gak mungkin." Dia mulai tersenyum. Di sambut oleh sinar jingga senja. Kita menutup hari dengan bahagia.

"Kita pulang yuk."

"Gak mau nginep?"

"Enggak ah."

"Aku udah bawa tenda tuh."

"Gak mau. Tendanya cuma satu. Masa berdua."

"Kata siapa berdua. Itu mah buat kamu sendiri."

"Kamu?"

"Aku mah pulang. Biarin aja kamu nginep di jagain tenyom."

"Ciyalannnnnn."

"Hahahahaha."

Kita pun pulang menuju peradaban yang sumpek, berdebu, dan memusingkan. Terimakasih kamu untuk harinya dan kado ulang tahun antimainstreamnya. 😁

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar