Selasa, 30 Agustus 2016

Pamit

" Izinkan aku pergi dulu
Yang berubah hanya
Tak lagi kumilikmu
Kau masih bisa melihatku
Kau harus percaya
Kutetap teman baikmu "

-Pamit (Tulus)

Sudah hampir lima kali aku putar lagu itu di dalam handphone.

Kau menatapku ragu dari tempat dudukmu. Kita terdiam cukup lama. Mungkin kita sibuk dengan pikiran masing-masing.

Sampai jam menunjukan pukul 10:00 salah satu dari kita tidak ada yang mau menjelaskan apa pun. Ruangan pun seakan di buat mendingin.

"Pamit." Kau menyeringai ketika melihat playlist laguku.

Aku masih terdiam. Mungkin dinginnya hujan yang membuatku diam, atau adanya kamu?

Dia hanya tersenyum menatap mukaku muram. Sesekali membalik lembar catatannya dan menatapku lagi.

"Lu mau dia bawain apa dari gunung Han?" Kata temanku yang ada di dalam kelas juga.

Aku tersenyum lemah menghadapnya.

"Bawa pulang dia dengan selamat."

Mereka hanya tertawa.

"Kakak Andro mah strong gak usah di khawatirin." Kata Kamil

"Tuh. Aku mah kuat kaya superman."

Aku semakin sebal dengan jawabannya.

"Kan sekarang musim hujan. Nanti kalo longsor gimana?" Kataku menatap ke arahnya.

"Bukannya kemarau ya?" Kata Dio.

"Di rumah gua setiap hari hujan." Kataku polos.

"Itu karena rumah kamu di kota hujan." Katanya tertawa.

"Andromeda, udah biasa naik gunung Han. Gak usah khawatir." Kata Nuri menenangkan.

"Tapi..." kataku.

Sebelum aku bisa meneruskan ucapanku dia langsung mengeser 2 bangku yang dari tadi menjadi sekat antara kita.

"Ketakutanmu cuma sebatas pemikiranmu."

Aku hanya tersenyum.

"Kita berangkat jam berapa sih Ndro?"

"Dari sini habis dhuhur aja Mil." Katanya kepada temannya.

"Semuanya udah lengkap?" tanyaku kepadanya.

Dia memeriksa tasnya.

"Baju, jaket, obat, makanan, kaos kaki, minum, tenda.." katanya sambil melihat-lihat tasnya.

Aku memperhatikan dengan seksama. Sampai akhirnya dia berbicara lagi.

"Wah kurang satu lagi nih."

"Apa?"

"Kamu.  Buruan masuk ke tas."

"Tau ah. Serius."

"Udah Han."

"Tanda pengenal udah?"

"Ada nih. Andromeda Fahri, tanggal lahir 28 Maret 1995. Status belum menikah. Pekerjaan jagain Hana." Katanya sambil membaca kartu mengenalnya.

"Ciyeeeee." Serempak teman-temanku menyoraki kami.

Aku hanya tertawa.

Tak lama adzan dhuhur berkumandang. Dia dan teman-temannya bersiap ke musolah kampus untuk menunaikan solat dhuhur.

Aku dan Nuri yang memang berhalangan memutuskan untuk ke kantin. Di perjalanan menuju kantin, kami bertemu dengan seorang perempuan yang menurutku dia junior. Karena mukanya asing.

"Kalo cuma temenan jangan di atur-atur banget lah." Katanya melengking.

Aku yang tidak merasa kata-kata itu untukku berjalan saja dan mengabaikannya.

"Naik gunung aja gak boleh, harusnya mendukung dong." Dia mulai lagi.

Aku tetap diam. Buatku selama dia tidak menyebut namaku itu bukan untukku.

"Mentang-mentang senior dan seangkatan kak Andro gak usah belagu."

Kali ini aku berbalik. Aku yakin kata-kata itu untukku.

"Maaf, kamu itu siapa?" Kataku (mencoba) sopan kepadanya.

Dia terdiam sesaat.

"Gua, yang deket sama kak Andro."

"Terus atas dasar apa kamu bilang kaya gitu?" Kataku mencoba menekan amarahku.

"Atas dasar gua gak suka lu ngatur-ngatur kak Andro."

"Aku gak ngatur Andro."

"Lu kan yang nyuruh kak Andro gak naik gunung. Asal lu tau ya, selama kak Andro sama lu dia juga deket sama gua."

"Mana ada sih cowok yang mau diatur-atur. Dia pasti lebih milih cewek yang ngasih dia kebebasan." Lanjutnya

Aku menarik nafas panjang dan berlalu pergi menghiraukannya. Tapi dia menarik tas selempangku. Nuri yang kaget pun berbicara.

"Eh, lu maunya apa sih? Lu tuh cuma junior gak usah banyak tingkah deh. "Katanya emosi.

"Gua mau, dia jangan deket-deket Andro!" Katanya melengking sambil menunjuk ke arahku.

"Lu siapa!" Kata Nuri lebih tinggi.

Kamil datang tepat waktu sebelum terjadi pertikaian yang makin besar. Dia sedikit berlari menghampiri kami.

"Ada apa ini?!"

"Itu kak dia nyolot!" Kata perempuan itu.

"Eh ngaca, yang mulai duluan siapa!"

"Udah, udah. Nuri, lu kan senior di sini kasih contoh dong ke yang junior."

"Tapi yang di kasih contoh gak punya otak Mil!" Kata Nuri sarkas.

"Kenapa sih awalnya?"

"Itu dia ngata-ngatain Hana. Ngaku-ngaku jadi pacar Andro lagi. Gak tau malu."

"Yaudah jangan berantem. Bubar.. bubar. Kalian mau nanti, kalo ketauan dosen di kasih SP?"

Kami pun akhirnya bubar. Kamil menemaniku dan Nuri, ke sebuah kelas kosong di lantai 1.

"Kamu ngapain sih Mil belain dia." Kata Nuri masih emosi.

"Aku bukan belain dia Nur, tapi aku ngelindungin kamu sama Hana. Kalian udah semester 7 sedikit lagi wisuda. Emang mau di kasih SP cuma karena masalah beginian?" Kata Kamil menenangkan. Sekedar informasi Kamil adalah pacarnya Nuri.

"Iya Mil, lu bener. Makasih ya." Kataku. Tapi Kamil sepertinya tau bagaimana perasaanku mengingat raut wajahku yang berubah.

"Dia bukan siapa-siapanya Andro, Han."

"Gua cuma heran kalo bukan siapa-siapanya kenapa dia bisa sepede itu?"

"Kamu mah Han, perempuan kaya gitu di dengerin." Kata Nuri.

"Dia bisa pede mungkin karena Andro pernah boncengin dia Han. Tapi percaya aja sama Andro. Gua yang tau dia. Dia sayang lu Han." Kata Kamil.

Tak lama Andro datang menemuiku. Nuri dan Kamil memberi jarak untukku dan Andro berbicara.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumusalam."

Dia terdiam. Aku juga.

"Udah solat kan? Yaudah siap-siap sana yang mau pergi. Hati-hati ya." Kataku mencoba tersenyum.

"Jangan mikirin. Itu gak bener."

"Suatu hari yang bener dan salah pasti kebongkar."

"Ayok ikut aku." Katanya seraya berdiri

"Kamu mau apa?"

Dia hanya terdiam.

"Kamu mau apa Andro."

"Tabayun. Kita ketemu sama anak itu. Kamil sama Nuri ikut ya." Katanya sambil menoleh ke arah Kamil dan Nuri.

Akhirnya aku menurut. Aku mengengam erat tangan Nuri.

"Jangan takut. Andro bela kamu."

"Itu yang aku takutin. Karena Andro selalu belain aku. Aku takut dia semena-mena."

"Hahaha Andro gak sejahat itu Han."

Sampailah kita pada tempat pertikaian tadi. Andro melihat perempuan itu dan memanggilnya.

"Bin. Sabrina sini." Kata Andro.

Perempuan itu pun berjalan mendekat. Aku sulit menerjemahkan raut wajahnya. Antara senang dan waswas.

"Ada apa kak?" Katanya.

"Kamu tadi ngomong apa ke Hana sama Nuri?"

"Enggak kak. Cuma bilangin dia jangan suka ngatur-ngatur kakak."

"Hana gak pernah ngatur-ngatur aku."

"Tapi dia gak ngebolehin kakak naik gunung."

"Kata siapa? Hari ini aku mau berangkat mendaki sama Kamil ke Semeru."

Dia hanya terdiam.

"Satu lagi. Aku gak pacaran dan aku gak punya pacar." Kata Andro tegas menatapnya.

"Aku punyanya temen dan temen hidup kalo beruntung." Lanjut Andro sambil menatapku dan tersenyum.

Sekarang dia benar-benar terdiam. Aku, Andro, Kamil, dan Nuri pun pergi meninggalkanya.

Karena sudah pukul 14:00 aku dan Nuri mengantar Andro ke mobil ayahnya.

"Keretanya berangkat jamberapa?" Kataku.

"Jam 5 atau setengah 6. Tapi kan trafic jadi dari sekarang aja."

"Hati-hati." Kataku sebelum dia masuk ke mobilnya.

"Itu kata-kata ke 2134 yang aku denger hari ini." Katanya

Aku hanya tertawa.

"Gak ada yang boleh nyakitin kamu Han. Gak ada."

"Makasih." Kataku

"Tapi kamu pernah boncengin dia ke kampus kata Kamil." Lanjutku.

"Waktu itu macet parah Han dan lagi UAS." Katanya.

"Tidak mencintai bukan berarti harus membencikan?" Lanjutnya.

Aku tersenyum.

"Yaudah masuk sana. Nanti ketingalan kereta lagi." Kataku.

"Aku naik naga."

Dia pun berlalu pergi aku dan Nuri melambaikan tangan mengantar kepergiannya.

Berdiskusi adalah cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Dan memendam bukan solusi dalam menghadapi masalah.

Hati-hati di jalan Andromeda. Sampaikan salam dariku untuk semeru.

-Hana Larasati






Tidak ada komentar:

Posting Komentar