Senin, 21 Maret 2016

Hujan dan Masa Lalu

"Bukan aku yang menghampirimu atau kau yang berlari kepadaku tapi takdir. Takdir yang membuat kita bertemu."

Aku berlari menerobos hujan. Deras sekali bagai tirai tanpa penyanga. Hampir setengah basah pakaianku. Tiba-tiba ada yang aneh. Kenapa hujannya reda hanya di kepalaku

"Pakai ini. Kamu tau ada teknologi bernama payung?" Kata suara yang sepertinya aku sudah tidak asing lagi.

"Gak sempet."

"Kamu mau kemana hujan-hujan begini?"

"Mau beli hvs buat merangkum."

"Mari saya antar."

"Gak usah makasih, deket kok."

"Sedeket-deketnya kalau hujan ya basah, Han." Katanya.

Aku pun menyerah, dan setuju diantarnya membeli hvs.

"Jauh banget beli hvs di Jakarta. Bogor emang gak jual?"

"Ada. Tapi kan lagi di sini yaudah beli aja di sini."

Aku duduk di tempat foto kopi. Dia masih menatap ku.

"Ada apa?" Kataku.

"Kamu masih gak kenal siapa saya?"

"Enggak."

"Ingatanmu lebih buruk dari ikan."

Aku hanya diam menatap hujan. Jujur aku bukan tipe wanita yang senang berbincang dengan orang asing. Terlebih itu laki-laki.

"Han."

"Ya?"

"Kamu sekolah dimana?"

"Di universitas yang kalau aku sebutkan pun kamu gak akan tau."

"Jangan bicara begitu."

"Pengalamanku yang bisa membuatku bicara seperti itu."

"Sekolah itu ibarat baju. Baju bagus tergantung siapa yang pakai."

"Haha itu hanya kiasan yang sering terdengar. Pengaplikasian di dunia nyatanya yang terkenal yang menang."

"Kalau kamu aja gak banga sama apa yang kamu punya gimana orang lain mau bangga?"

"Hah entahlah."

"Han. Kamu benar-benar lupa siapa saya?"

"Iya. Maklum lah saya pindah dari sini sudah 11 tahun yang lalu."

"Saya Abimanyu Senopati. Teman Tk kamu dulu?"

Aku berpikir sejenak. Ingatan ku, ku seret pada masa 15 tahun yang lalu. Entahlah nama itu terlalu asing. Aku tidak bisa mengingatnya.

"Maaf, tapi aku benar-benar lupa." Kataku

"Yasudah." Katanya.

"Kamu memang tinggal dimana?"

"Dulu rumahku dekat dengan Tk. Tapi sekarang pindah di sekitaran Cilandak."

"Oh begitu."

"Oh iya, tadi aku beli cup cake. Nih buat kamu. Kamu suka cup cake kan?"

"Iya suka. Terima kasih."

"Hujannya sudah reda. Aku pulang duluan ya. Tidak apa-apa kan kamu aku tinggal."

"Iya tidak apa-apa. Hati-hati dan terima kasih." Kataku

"Sama-sama." Ucapnya sambil tersenyum.
Dia pun berjalan pergi. Belum terlalu jauh aku pun berteriak.

"Sukses buat ujian terbangnnya." Dia menoleh sambil tersenyum dan mengacungkan jempolnya.

Buatku di sapa masa lalu, ibarat di sapa hujan di tengah kemarau. Walau  tidak tau sebabnya tapi merasa gembira karena kesejukan yang tiba-tiba menyapa.

Aku cukup terharu dia masih ingat kepadaku. Seseorang yang sudah 15 tahun hilang di hidupnya. Efek dari kejadian itu aku berpikir aku adalah bagian penting di hidupnya. Dia cukup sopan untuk di ajak berteman. Apa lagi statusnya sebagai calon pilot. Alhamdulillah sekali lagi Allah mengirimkan seorang teman yang baik untukku.

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar