Minggu, 13 Maret 2016

Untuk Perempuan Kesayanganku

Mungkin dulu beda antara kau, aku, dan dia sering jadi sengketa, karena pembenaran diri sendiri sering kita tinggikan di atas kebenaran yang sesungguhnya. Tidak ada yang mau mengalah jika perasaan sudah berbicara. Karena satu kesalahanmu padaku seolah menghapus sejuta kebaikan yang belum aku tau. Seketika wasiat Sang Nabi itu rasanya berat sekali: “jadilah hamba-hamba Allah yang bersaudara”

Pertama kali aku tau kau, aku menilai kau adalah gadis yang riang, cerdas, dan mudah bergaul. Pernah terbesit hayalan kita akan mengelilingi kota Jogja bertiga. Aku, kau dan dia. Yah walaupun kita mungkin belum kenal dengan baik tapi aku yakin kau akan menjadi teman yang baik. Aku sempat memintanya untuk membawa aku dan kau jalan bertiga. Permintaan itu jauh sebelum aku tau kau dan dia telah bersama. Tapi responnya hanya diam, dan dia pun mengalihkan pembicaraan.

Dia adalah orang yang baik, aku bersyukur kau yang menjaganya di sana. Sakit hati itu pasti, tapi bukan berarti harus benci. Demi Allah aku selalu merasa senang jika bercakap-cakap denganmu. Walaupun temanya yang membuat aku muak. Tentang salah paham. Aku merasa ada kemiripan di antara kita. Namaku Hana yang jika di terjemahkan dalam bahasa jepang artinya adalah namamu. Wajah kita pun kata teman-temanku mirip, yah tapi aku berani bertaruh kau pasti jauh lebih cantik.

Penulis memang seperti itu, sering membuat orang salah paham. Kau tidak sepenuhnya salah dan aku pun tidak sepenuhnya benar. Aku juga sering mengambil objek dari masa lalu. Kemudian aku jadikan fiksi di saat imajinasiku buntu. Tapi bukan berarti apa yang kamu baca selalu kamu dan yang aku tulis pasti aku.

Aku tidak menyalahkanmu tentamg presepsimu padaku. Karena objek dan latar tempat yang sangat mendekati serta ceritanya memang hampir sama dengan cerita masalaluku. Jadi, maafkan aku telah membuatmu salah paham.

Suatu hari nanti aku akan mengenalkan kalian pada sosok yang selalu aku puji dalam ceritaku. Dia adalah objek tulisanku selama ini. Supaya tidak ada salah paham lagi di antara kita.

Tapi mungkin berpisah sementara ini lebih baik bagi kita, sejenak saja menjadi kepompong dan menyendiri berdiri malam-malam, bersujud dalam-dalam bertafakkur bersama iman yang menerangi hati hingga tiba waktunya menjadi kupu-kupu yang terbang menari melantun kebaikan di antara bunga, menebar keindahan pada dunia.

Aku sangat ingin menjadi sahabatmu. Jadi maukah kau memaafkanku atas semuannya?

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar