Selasa, 20 Desember 2016

Aleppo

Sepagi ini dan mataku tak henti menangisi. Miris, begitu yang di katakan hati saat melihat air mata darah, luka-luka parah, runtuhnya rumah demi rumah, rontoknya gedung-gedung sekolah, luluh-lantahnya ratusan madrasah, ratusan kepala terbelah, serta ribuan jenazah bergelimang darah.

Sakit hatiku, saat pemandangan ini terjadi bagai sesuatu yang teramat lumrah. Bukan di negeri antah-berantah melainkan di Suriah negri tempat tinggal nabi Zakaria.

Saat melihat para muslimah shalihah berjuang demi harga diri. Senjata di tangan siap menantang lawan. Tak ada kata pasrah atau menyerah. Karena lebih baik mati dari pada rela diperkosa para bedebah. Itu baru namanya aksi berani mati, dalam mempertahankan harga diri.

Aku tak pernah terbayang Aleppo akan sehancur ini. Bukan hal yang asing saat melihat anak-anak bermain-main dengan mesiu. Tak ada lagi gambaran tawa lucu.
Tak ada lagi aksi melemparkan dadu
Semua direbut serdadu yang tak tahu masa lalu dan tak kenal rasa malu.

Bagaimana hatimu saat melihat anak menangis mencari ayahnya? Bagaimana rasamu saat seorang anak berteriak di mana ibunya?

"Ayahku mana?" Sambil berderai air mata.

"Ayahmu di surga nak." Kata sang ibu mempertahankan suaranya.

"Apa Allah akan menjaga ayahku?"

"Allah akan selalu menjaga ayahmu dia sangat menyayanginya." Kata sang ibu.

Anak itu tersenyum.

"Kenapa?"

"Jika Allah sudah sayang maka aku tidak akan khawatir lagi."

Akhirnya air mata ibunya pun mengalir dengan deras. Dia memeluknya erat. Menciuminya betapa bisa tegar di keadaan ayahnya terkapar.

Tak ada boneka atau tamiya di tangannya, yang ada adalah luka di dada. Tak ada game atau main bola, yang ada adalah senjata yang siap ledakkan isi  kepala Anak-anak tak berdosa.

Dukamu semakin nyaring mengalun di dada. Lukamu di kepala hanya jadi bahan berita nista. Aleppo maafkan hati yang hanya bisa melihatmu dalam layar 5 inch.

Selain doa dan air mata apa lagi yang bisa di lakukan hamba. Semoga duka mu segera beralih menjadi bahagia. Kenangan pahit akan manis pada waktunya. Aleppo maafkan hati yang tak bisa berbuat apa-apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar