Kamis, 08 Desember 2016

Untuk yang pulang

Di waktu yang masih bisa di sebut malam, aku tidak bisa membedakan dingin yang merasuk ke tulang-tulang, dan suara yang memanggi-manggil dari hari lalu.

Sampai matahari sudah tak malu bersembunyi aku masih tidak bisa membedakan antara pagi yang lumrah dengan senja yang merah bagai kesedihan pecah disepasang matamu.

Hari ini pesanmu hadir lagi memecahkan lamunanku. Aku tidak tau apakah bayanganmu yang datang atau tubuhku yang pulang.

"Yang jauh akan selalu kalah dengan yang dekat." Begitu katamu.

"Begitu pun yang dekat, akan kalah dengan yang tepat."

"Mana janjimu yang akan menungguku pulang?!"

"Aku menunggumu pulang Mas."

"Menunggu jenis apa ini?"

"Bukan menunggunya yang harus kamu salahkan. Tapi, permintaanmu dalam perbaikan."

"Apa? Apa yang salah?"

"Tidak ada." Mataku tidak berani menatap matanya.

"Apa jarak sudah memangkas perasaanmu?"

"Bukan, bukan itu. Melainkan... ada sesuatu yang jika aku bilang akan menyakiti hatimu. "

"Apa?"

"Aku mencintai yang lain." Rasanya perasaanku luruh saat itu.

"Sesuai tebakanku. Jarak memang sudah memangkas perasaanmu. Kenapa harus setega itu? Membiarkan aku ikut menunggu hingga 2 tahun!"

Aku terdiam.

"Jawab Hana!"

"Maaf." Sekarang air mataku jatuh.

"Asisten dosen itu!" Dia mengepalkan tangannya.

"Bukan. Dia temanku." Buru-buru ku sebutkan itu.

"Ini bukan tentang orang. Aku benar mencintai yang lain tapi itu sama sekali tidak seperti pemikiranmu. "

"Lalu?" Dia mulai bisa menahan perasaannya.

"Aku, sedang berusaha mempertahankan akidahku. Aku tau ini aneh jika aku yang bilang begitu."

"Jika aku menerima tawaranmu, kita tidak akan ada bedanya dengan kita yang dua tahun lalu. Aku hanya ingin satu langkah lebih taat. Itu saja." Lanjutku.

Aku pikir dia akan marah. Dia malah tersenyum.

"Aku yang minta maaf kalau begitu."

Sekarang aku menatapnya dalam bingung.

"Perbaikan yang ku minta karena aku terlalu takut meninggalkan gadis baik seorang diri dalam jarak yang tidak main-main seperti ini."

Aku gantian yang tersenyum.

"Jadi sekarang bagaimana?" Tanyanya

"Aku juga tidak tau. Biar Allah saja yang memainkan sekenarioNya."

Ins : aan mansyur & dila larasati (paragraf awal)

-Hana Larasati

#30DWC DAY 9

Tidak ada komentar:

Posting Komentar