Rabu, 21 Desember 2016

Surau dan Senja

Aku duduk terdiam menatap senja. Mataku kuarahkan pada semburatnya yang berwarna jingga. Meresapi setiap helaan nafas yang ada. Hatiku pun berdecak "Tuhan sungguh Engkau Maha Sempurna."

Jam menunjukan pukul 05:00 dan aku masih duduk menatap senja, kali ini ditemani dengan pasukan burung yang terbang di mana-mana. Terbang menari di saat sang mentari mulai masuk dalam  peraduaannya.

Efek terpesona pada senja aku sampai tidak sadar bahwa ada kau duduk yang di sampingku. Mata teduhmu memayungiku dalam sinar senja yang mulai berubah kelabu.

Langit ingin berubah pekat, dan kau mulai membuka al-qur'an coklat. Membaca ayat suci penyambut adzan. Lantunan lagu-lagu surga yang kau nyayikan mengudang ribuan malaikat datang.

Tapi aku tetap menatap senja, sambil berdoa di tengah kumandang adzan. Merayu Tuhan agar mengabadikan cerita kami dan memayungi dengan ketaatan dan pahala.

Setelah adzan selesai berkumandang kau berdiri tegak menjadi imam untuk kita semua. Dengan fasih kau melantunkan bacaan-bacaan solat.

Dalam sujud aku berdoa pada Tuhan. Semoga kita selalu di persatukan. Dalam dekapan cinta-Nya bukan hanya sekedar hawa nafsunya.

Doa itu terus terlantun. Karena hanya dalam doa aku mampu menyebut namamu. Karena doa adalah cara berbisik pada Tuhan yang semesta tidak harus tau maksudnya.

Aku duduk di pinggir surau ketika solat usai. Menatap bintang yang seperti di sebar dalam pekatnya malam. Sekali lagi aku bertasbih menyucikan asma-Mu, Allah.

Dalam keharuan mengagumi segala ciptaanMu dia datang dan duduk di sampingku. Sesekali matanya menatap lembut padaku.

Entahlah mungkin ini salah satu keajaibanMu yang luput aku syukuri nikmatnya. Dulu kita bukan sahabat baik tapi hatiku selalu percaya bahwa kau yang terbaik.

Kau menatapku malu dan aku pun berperilaku begitu. Tak ada kata yang terucap walau jarum jam semakin berdetak cepat.

"Hana, ada yang mau Fahri (bukan nama sebenarnya) tanyain." Akhirnya dia mengeluarkan kata katanya.

"Ya ada apa?"

" Mau tanya boleh? Kalo mau cari calon suami, Kriteria nya apa secara sifat/kepribadian? Trus kalo secara fisik gmana?"

" Yang mencintai Allah juga Rasull Nya. Yang patuh sama Allah. Yang sayang sama ibu bapaknya juga ibu bapak gue. Yang bisa jadi pembimbing supaya gua jadi lebih baik. Tapi ya.. jodoh kan cerminan diri, gua maunya gitu ya gua juga harus bisa gitu. Apa adil gua berharap tapi masa gua gak bisa menjadi harapan? Simpel sih. "

" Trus secara fisik? "

"Enggak kepikiran sih. Fisik kan bonus. Tapi...semoga Hana dapet bonus Ya Allah hahah."

" Ya makanya yg ky gmana? "

"Ya gua gak tau kan gua bilang gua belom kepikirannnnn. Emang kenapa sih? Buat tugas kuliah ya? "

"Gapapa Han. Pengen tau aja."

Dia pun beranjak dari tempat duduknya. Entahlah apa maksudnya bertanya seperti itu. Aku hanya terdiam menatap punggungnya.

Dia berjalan masuk ke dalam surau. Aku terus menatapnya. Tanpa berani bertanya sebetulnya kenapa dia berkata seperti itu padaku.

Ya.. yang ku lakukan hanya sebatas menatap dan berdoa. Entah apa pun maksudnya semoga, Allah selalu melindungi hatiku dari pedihnya pengharapan.

-Hana Larasati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar